Roh Kudus Adalah Roh Penghibur

Tawaran yang paling sulit ditolak oleh setiap orang adalah hiburan (entertainment). Hampir setiap bidang pada masa kini tidak terlepas dari unsur hiburan. Aktivitas belanja akan lebih afdol jikalau dilakukan sambil menikmati sajian berbagai hiburan sebagaimana yang disediakan dalam fasilitas mall atau plaza. 

Pola bangunan perkantoran akan menjadi menarik jika berdekatan atau berhubungan dengan tempat kebugaran, restoran dan massage. Sebagian besar apartemen memiliki fasilitas kolam renang atau kebugaran yang lengkap. Bahkan rumah-tangga akan terasa lebih “home sweet home” jikalau dilengkapi dengan fasilitas “home-theatre”. Semakin lengkap fasilitasnya, maka anggota keluarga akan semakin kerasan tinggal di rumah. Tidak ketinggalan pula dalam kehidupan rohaniah seperti penyelenggaraan kebaktian. Khotbah yang diharapkan dan dihargai oleh beberapa anggota jemaat jika khotbah tersebut disampaikan dengan pola yang kaya dengan humor dan aplikasi yang sangat praktis. Alhasil khotbah menjadi terlalu pragmatis sebab mengabaikan penggalian teks secara mendalam. 

Selain itu beberapa bangunan gedung gereja dirancang dalam bentuk mall yang di dalamnya juga tersedia fasilitas untuk belanja dan rekreasi. Sangat menarik untuk disimak bahwa muncul kecenderungan yang sangat kuat bagi anggota jemaat untuk menggunakan restoran, hotel atau mall sebagai tempat ibadah. Karena itu timbul suatu kesan yang kuat, bahwa kehidupan yang berbahagia dan penuh makna jikalau senantiasa diisi oleh berbagai hiburan baik yang “duniawi” maupun yang “rohaniah”. Tetapi apakah semua aspek tersebut mampu memberikan kepada manusia suatu penghiburan yang sejati?

Sejujurnya kita membutuhkan hiburan dalam berbagai aspek kehidupan ini. Tetapi kita juga membutuhkan penghiburan yang lebih dalam dan penuh makna dari pada sekedar hiburan yang ditawarkan oleh dunia ini. Kita membutuhkan suatu acara hiburan yang bukan hanya memancing perasaan geli, lucu, dan senang secara lahiriah. Tetapi hiburan yang membuat roh kita semakin bertumbuh, semakin kuat, teguh dan menemukan makna hidup secara lebih mendalam. Sebab apa artinya suatu hiburan jika hanya membuat roh kita tetap lemah, cengeng, tidak tangguh dalam menghadapi kesulitan dan tidak terarah kepada suatu tujuan hidup yang jelas? 

Kita sering rela mengeluarkan dana yang sangat besar untuk menikmati berbagai media dan fasilitas hiburan, tetapi hati kita tetap merasa hampa dan tanpa makna. Setelah melewati suatu acara hiburan, hidup kita kembali terasa sepi dan kosong. Karena itu kita kemudian mencari acara hiburan lain agar dapat mengobati kesepian dan kekosongan hati kita. Itu sebabnya berbagai acara atau media hiburan sering menjadi tempat kompensasi dari roh yang sedang gelisah dan kesepia. 

Orientasi hidup kita sering menjadi sangat konsumtif untuk menikmati berbagai hiburan, tetapi tetap tak pernah terpuaskan. Bahkan saat kita mendengar berbagai khotbah yang menarik dan lucu, ternyata juga tidak berhasil mengobati inti kegelisahan dan kekeringan hati yang terdalam. Mungkin untuk sementara waktu kita dapat terhibur, tetapi setelah itu seluruh pesan dalam khotbah tersebut segera sirna. Demikian pula berbagai pujian rohani yang dinyanyikan dengan semarak sepertinya sering tidak dapat tahan lama. Hati kita berkobar-kobar saat menyanyikan dalam kebaktian, tetapi setelah itu esensi spiritualitas hidup kita tetap tidak berubah yaitu: tetap kering, hampa dan tanpa makna. 

Kita semua membutuhkan sentuhan dan karya Roh Kudus yang selalu membaharui hidup kita. Sehingga hidup kita semakin bermakna dengan penghiburan yang sejati. Kita merindukan agar melalui karya Roh Kudus, roh kita selalu mampu bersukacita walaupun dalam realita kehidupan sehari-hari sangat jauh dari fasilitas hiburan duniawi. Bahkan roh kita tetap mampu mempermuliakan Allah walaupun saat itu kita sedang menghadapi berbagai permasalahan dan tekanan hidup yang sangat berat.

Karya Roh Di Tengah Ketidakpastian
Sepeninggal Kristus, para murid menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Memang para murid telah menyaksikan Kristus dimuliakan oleh Allah dengan naik ke surga. Tetapi bagaimana dengan keberadaan para murid Yesus yang kini sendirian menghadapi realitas dunia? Mereka bukanlah orang-orang yang terpelajar atau yang menguasai dengan baik kitab Taurat dan kitab para nabi. 

Para murid Yesus juga bukan orang-orang yang memiliki kekuatan sosial ekonomi atau pengaruh politis. Mereka juga belum tahu bagaimana harus memimpin dan mengelola suatu komunitas umat yang mengaku percaya kepada Kristus. Selain itu dari sudut psikologi massa, para murid Yesus waktu itu sebenarnya hanya dianggap sebagai suatu kelompok sekte (bidaah) yang sama sekali tidak berarti. Sebab pimpinan para murid yakni Yesus telah dieksekusi secara tragis di atas kayu salib. 

Penduduk Palestina waktu itu umumnya memandang para murid Yesus sebagai kelompok yang aneh dengan ajaran yang sama sekali tidak populer. Dengan kondisi yang demikian, tidaklah berlebihan jikalau kita mengatakan bahwa para murid setelah kenaikan Yesus berada di titik terendah baik secara psikologis maupun sosial. Eksistensi dan keberlangsungan karya Kristus benar-benar di ambang titik kritis. Sebab para murid secara manusiawi bukanlah orang-orang yang ahli (expert) sebagai pemimpin. Mereka hanya menerima janji penyertaan dari Kristus, tetapi para murid Yesus waktu itu tidak tahu apa dan bagaimana yang harus diperbuat.

Namun justru saat para murid Yesus berada di titik terendah dan ketidakpastian, mereka menerima pencurahan Roh Kudus. Yang mana pencurahan Roh Kudus tersebut ditandai oleh: angin yang keras, lidah-lidah api dan kemampuan mengucapkan berbagai bahasa. Ketiga tanda tersebut pada hakikatnya menyatakan bagaimana kehidupan para murid Yesus dipenuhi dan dilengkapi oleh kuasa Allah yang mahatinggi. Sehingga melalui karya Roh tersebut para murid dimampukan untuk melanjutkan karya keselamatan Kristus. 

Karya Roh Kudus tersebut mengingatkan kita pada awal penciptaan yang menyatakan: “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air yaitu ketika bumi berada dalam situasi kacau-balau (khaos) (Kej. 1:1-2). Demikian pula pada hari Pentakosta, Allah mengaruniakan RohNya sehingga situasi ketidakpastian dan kekacauan hati para murid Yesus diubahNya menjadi kekuatan dan pembaharuan hidup. Mereka bukan hanya menerima Roh yang memampukan untuk berkomunikasi dengan roh hikmat; tetapi juga kemampuan berkomunikasi yang menembus batas-batas bahasa dan kesukuan. Sehingga melalui peristiwa Pentakosta, karya keselamatan Kristus tidak lagi tertuju kepada satu umat yaitu Israel, tetapi kini diberitakan kepada seluruh umat manusia. 

Jadi kehadiran Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta telah menghancurkan sekat-sekat yang membatasi kehidupan umat manusia untuk disatukan dalam karya keselamatan Kristus. Yang mana sekat-sekat pembatas seperti: kesukuan, etnis, ideologi dan perbedaan bahasa (pengertian) telah menyebabkan manusia hidup dalam kekacauan, permusuhan dan pertikaian. Tepatnya peristiwa Pentakosta telah memberi kepastian bahwa di dalam Kristus, seluruh umat manusia telah dipanggil untuk menjadi keluarga Allah. Umat manusia kini ditempatkan dalam pola baru (new order) dari pemerintahan Kerajaan Allah.

Roh Penghibur Mencipta Pola Baru
Kehadiran Roh Kudus dalam peristiwa Pentakosta sebelumnya telah dinyatakan oleh Tuhan Yesus. Sebelum Kristus menderita, wafat dan bangkit di Yoh. 16:7 Dia berkata: “Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu”. Jadi jika Kristus kelak pergi dan naik ke soga maka Dia akan mengutus Roh Kudus. Secara lebih khusus lagi Tuhan Yesus menyebut Roh Kudus yang akan datang itu sebagai Penghibur. Sebutan “Penghibur” berasal dari kata “parakletos” yang berarti: “comforter” (penghibur) atau “advocate” (penasihat). Konsep tersebut berasal dari konsep pengadilan zaman Romawi kuno di mana seorang tersangka diharapkan mampu membela dirinya sendiri di depan hakim. Tetapi seorang tersangka juga diperbolehkan untuk meminta seorang “yang ahli” dalam bidang hukum Romawi untuk mendampingi dan memberi nasihat selama proses pengadilan. Prinsip yang sama juga berlaku dalam sistem pengadilan kita pada masa kini. Di mana seorang tersangka diperkenankan untuk didampingi oleh para pengacara sehingga mereka mampu membela perkara seorang tersangka dengan benar secara hukum.

Karya Roh Kudus sebagai Penghibur juga berperan untuk mendampingi, memberi nasihat, bimbingan dan kekuatan kepada umat percaya agar mereka dapat melaksanakan tugasnya sebagai saksi Kristus secara benar. Dengan demikian makna “dipenuhi oleh Roh” sama sekali tidak bermaksud menggantikan peran dan identitas seseorang. Roh Kudus tidak pernah merasuki kepribadian seseorang sehingga dia kehilangan kesadaran dan identitas dirinya. Beda dengan roh-roh jahat yang merasuki tubuh seseorang. Roh jahat yang merasuki tubuh seseorang akan menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan berpikir secara sehat. Dengan demikian tujuan kehadiran dan karya Roh Kudus pada prinsipnya untuk menyertai dan mendampingi umat percaya sehingga mereka dimampukan dengan kuasa hikmat dan pengertian. Roh Kudus juga memberdayakan umat percaya untuk melaksanakan panggilan untuk memberitakan karya keselamatan Allah yang telah dinyatakan dalam diri Kristus. Agar melalui peran umat percaya tersebut umat manusia dan dunia mengalami transformasi yang diresapi oleh pola-pola baru Kerajaan Allah yang telah didirikan oleh Kristus. Untuk mencapai tujuan tersebut, Roh Kudus sebagai Roh Pernghibur pada intinya bertugas untuk menginsafkan dunia akan dosa, akan kebenaran dan penghakiman.

1. Menginsafkan Akan Dosa
Pengertian “dosa” di Yoh. 16:9 dipergunakan kata “hamartia”. Makna “hamartia” pada hakikatnya menunjuk kepada kegagalan manusia untuk mencapai suatu tujuan, sehingga segala upaya yang dicapainya meleset dari sasaran yang hendak ditujunya. Gambaran “hamartia” seperti seorang pemanah yang gagal menembakkan anak panahnya ke titik sasaran. Manusia menginginkan hal yang baik, tetapi ternyata dia melakukan hal yang buruk. Tepatnya manusia sebenarnya menginginkan hal yang benar di hadapan Allah, tetapi faktanya dia melakukan apa yang jahat. Dengan demikian manusia terbelenggu oleh dosa yang disebut dengan “hamartia”. Manusia tidak mampu melakukan apa yang baik dan benar dengan kekuatan dan prestasi rohaninya. Karena itu manusia membutuhkan seorang Juru-selamat, yaitu Tuhan Yesus. Pada sisi lain dosa “hamartia” tersebut juga dapat menghalangi manusia untuk percaya dan menerima Kristus selaku Juru-selamatnya. Akibatnya manusia tidak percaya dan menolak Kristus. Misalnya makna kata “parakletos” yang menunjuk kepada oknum Roh Kudus, justru dibelokkan artinya menjadi “periklutos” (yang terpuji = "Praised One"). Yang mana arti “periklutos” tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang artinya: Ahmad. Kemudian nama “Ahmad” dipakai untuk menunjuk kepada Muhammad. Jadi kesimpulan mereka adalah Yesus tidak pernah menjanjikan “parakletos” (Roh Kudus), tetapi menjanjikan kedatangan “Ahmad” yaitu Muhammad. Padahal seluruh teks Injil Yohanes dengan sangat jelas berbicara tentang “parakletos” (Roh Kudus) dan tak pernah “periklutos”. Jadi mengapa berupaya mengubah "parakletos" menjadi "periklutos". Kita perlu menjaga otentisitas teks Alkitab apa adanya.. Itu sebabnya di Yoh. 16:9, Tuhan Yesus berkata: “akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepadaKu”.

Padahal manakala manusia mau percaya dan menyambut Kristus selaku Juru-selamatnya, dia akan dimampukan untuk mengalahkan kuasa dosa “hamartia”. Saat mereka menerima Kristus, maka mereka dimampukan untuk melawan kuasa dosa yang melumpuhkan mereka untuk melakukan apa yang baik dan benar di hadapan Allah. Dalam hal ini Kristus akan mengaruniakan kuasaNya bagi umat percaya, sehingga mereka diberdayakan untuk hidup benar sebagai anak-anak Allah. Jadi penolakan atau ketidakpercayaan kepada Kristus selain akan menyebabkan mereka kehilangan kuasa anugerah keselamatanNya, juga akan menyebabkan mereka terbelenggu oleh dosa “hamartia” sehingga mereka kehilangan kemampuan untuk melakukan apa yang benar dan kudus di hadapan Allah. Itu sebabnya peran Roh Kudus sebagai Roh Penghibur adalah mengingatkan umat manusia untuk segera bertobat dan menyambut Kristus dengan sikap iman.

2. Menginsafkan Akan Kebenaran
Makna “kebenaran” dalam konteks ini berasal dari pengertian “dikaiosune” (dalam bahasa Ibrani dipakai istilah “tsedhaqah”; “tsedheq”). Seseorang dianggap benar apabila dia berlaku adil dengan melakukan sedekah (dari kata “tsedhaqah”), kebajikan (amal). Jadi makna “kebenaran” bukan sekedar suatu pemahaman atau konsep tentang “kebenaran”. Makna “kebenaran” (dikaiosune) adalah suatu tindakan yang didasari oleh sikap yang adil dengan memberlakukan kasih kepada sesama. Demikian pula makna kebenaran yang dinyatakan oleh Kristus bukan sekedar suatu pengajaran yang penuh hikmat dan sangat logis secara filosofis atau teologis. Lebih dari pada itu kebenaran yang dinyatakan oleh Kristus pada hakikatnya diwujudkan dengan pengorbanan hidupNya, yaitu melalui peristiwa kematianNya di atas kayu salib. Kristus menyatakan seluruh kebenaran Allah melalui pengurbanan hidupNya, sehingga Allah membangkitkan Dia dan mengangkatNya dalam kemuliaan. Itu sebabnya kepergian Kristus kepada Bapa telah merangkumkan secara sempurna seluruh kebenaran Allah yang telah dinyatakan dalam hidup dan karya Kristus. Di Yoh. 16:10, Tuhan Yesus berkata: “akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi”.

Karya Roh Kudus selaku Roh Penghibur bukan sekedar mengingatkan manusia tentang konsep-konsep kebenaran teologis atau filosofis sebagaimana yang telah diajarkan oleh Kristus. Tetapi karya Roh Kudus mengingatkan seluruh umat manusia bahwa di dalam seluruh hidup Kristus mulai dari perendahan sampai kemuliaanNya pada hakikatnya identik dengan kebenaran dan keadilan Allah. Sehingga melalui karya keselamatan yang dikerjakan oleh Kristus tersebut sungguh-sungguh akan memampukan umat manusia untuk melakukan karya kasih Kristus secara konkret. Sebab makna kebenaran bukan hanya sekedar dihayati, tetapi juga diberlakukan sebagai pola hidup yang dilandasi oleh nilai-nilai kasih dan keadilan.

3. Menginsafkan Akan Penghakiman
Makna “penghakiman” dalam konteks ini berasal dari istilah “κρισεως”. Yang mana pengertian “κρισεως” (kriseoos) tersebut identik dengan “krisis”. Namun kemudian maknanya diperluas dalam konteks pengadilan yang menuntut keadilan berupa hukuman terhadap seorang tertuduh. Tepatnya ketika seorang tertuduh dituntut oleh pengadilan, maka dia berada dalam situasi “krisis” sebab akan dikenai penghukuman yang setimpal dengan kesalahannya. Jadi Allah dengan keadilanNya akan menuntut setiap orang yang bersalah sebab mereka telah mengikuti pola dan sistem dari kuasa kegelapan. Tetapi bilamana Allah memberlakukan keadilanNya yang demikian, maka tidak ada seorangpun di dunia ini yang sanggup bertahan di depan pengadilanNya. Sebab setiap orang tanpa terkecuali telah melakukan apa yang jahat yaitu mengikuti penguasa dunia ini. Seluruh umat manusia berada dalam situasi krisis hukuman dan murka Allah. Untuk itulah Kristus datang untuk membebaskan umat manusia dari cengkeraman dari penguasa dunia yakni Iblis. Tujuannya agar umat manusia tidak lagi mengikuti pola dan sistem dari penguasa dunia, tetapi bersedia mengikuti pola baru (new order) dari sistem pemerintahan Kerajaan Allah yang telah didirikan oleh Kristus.

Roh Kudus selaku Roh Penghibur berperan untuk selalu mengingatkan umat manusia agar menyadari bahwa mereka kelak akan diperhadapkan dengan pengadilan Allah. Itu sebabnya setiap orang dipanggil untuk memberlakukan pola dan sistem Kerajaan Allah dan menolak pola-pola yang ditawarkan oleh penguasa dunia ini. Sebab sikap yang mengikuti pola-pola dari penguasa dunia ini akan membawa umat manusia ke dalam krisis besar, yang mana Allah akan menuntut setiap umat yang bersalah dengan ukuran keadilanNya. Dengan demikian Roh Kudus yang diutus oleh Kristus bertujuan memulihkan kehidupan umat manusia ke dalam syaloomNya, yaitu realitas damai-sejahtera dan keselamatan. Di sini makna “syalom Allah” sangat kontras dengan “krisis”. Tanpa syaloom Allah, maka akan timbul krisis besar dalam kehidupan umat manusia.

Penghiburan Sejati
Saat ini umat manusia bukan hanya mengalami krisis keuangan global, tetapi lebih dari pada itu mengalami krisis kasih. Itu sebabnya kehidupan manusia ditandai oleh krisis damai-sejahtera di dalam dirinya. Krisis damai-sejahtera dengan dirinya kemudian membawa efek meluasnya krisis damai-sejahtera dengan sesama. Karena manusia gagal untuk mengasihi diri sendiri, maka dia juga gagal untuk mengasihi sesamanya. Situasi tanpa kasih tersebut yang menyebabkan manusia kehilangan kemampuan untuk mengalami damai-sejahtera Allah. Sehingga segala upaya manusia untuk memperoleh penghiburan melalui dunia hiburan (entertainment) tidak akan pernah mampu mengobati penderitaan hati yang paling dalam. Hidup kita tetap terasa sesak dan sepi walau kita dapat membeli semua fasilitas hiburan dari dunia ini. 

Untuk sementara waktu kita bisa tertawa dan bergembira, tetapi di hati yang terdalam kita sering menangis. Di Rom. 8:22, rasul Paulus berkata: “Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin”. Tanpa karya Roh Kudus yang mengaruniakan penghiburan sejati yaitu syalom Allah, kita akan tetap merasa tidak berarti dan hampa. Ketiadaan makna akan hidup ini yang menyebabkan kita terus mengeluh dan menderita seperti seorang wanita yang sedang sakit bersalin. Apabila kondisi spiritualitas kita tersebut tidak terobati dan memperoleh penyembuhan ilahi, maka kita akan semakin cenderung untuk melukai diri sendiri. Bukankah begitu banyak orang Kristen yang masih cenderung untuk terus menyalahkan atau menghukum diri sendiri? Mereka terus-menerus dikejar oleh perasaan bersalah dan jauh dari damai-sejahtera. Karena itu karya Roh Kudus sebagai Roh Penghibur pada hakikatnya merupakan kebutuhan setiap orang tanpa terkecuali.

Walaupun manusia membutuhkan kehadiran dan peran Roh Kudus, namun dalam kenyataannya manusia tidak serta merta mau membuka diri. Manusia lebih memilih untuk terus bergulat dengan persoalan dan keberadaan dirinya yang serba terbatas. Dengan kata lain roh manusia yang serba terbatas lebih sering bergumul dengan keterbatasannya sendiri. Sebab di dalam dirinya manusia belum insaf akan dosa, kebenaran dan penghakiman Allah. Dari pada belajar terbuka terhadap kebenaran Kristus yang diteguhkan oleh “Parakletos” (Roh Kudus), manusia justru berupaya membelokkan menjadi “Periklutos” yang sama sekali tidak dikenal baik secara etimologis maupun eksistensinya. Padahal ciri utama dari “Parakletos” atau dibelokkan menjadi “Periklutos” adalah: “Ia akan memuliakan Kristus” (lihat Yoh. 16:14). Pertanyaannya adalah: apakah “periklutos” tersebut memuliakan Kristus? Itu sebabnya mereka mengabaikan tawaran keselamatan Allah yang telah dilakukan oleh Kristus. 

Mereka juga sibuk dengan berbagai konsep dan filosofi tentang kebenaran, tetapi tidak mampu memberlakukan makna kebenaran dalam sikap adil dan penuh kasih. Bukankah ciri kehidupan banyak orang pada masa kini ditandai oleh kefasihan untuk berbicara untuk kebenaran Allah, tetapi gagal mewujudkan dalam sikap yang adil dan penuh kasih? Penyebabnya karena umat manusia lebih suka mengikuti jalan dan pola hidup dari penguasa dunia dari pada mengikuti pola dan sistem Kerajaan Allah.

Panggilan
Karya Roh Kudus selaku Roh Penghibur merupakan manifestasi dari Roh Kristus yang telah diangkat dan dimuliakan oleh Allah. Karena itu penghiburan yang dilakukan oleh Roh Kudus bertujuan untuk membawa umat kepada anugerah keselamatan yang telah disediakan oleh Kristus. Yang mana anugerah keselamatan Kristus tersebut akan membebaskan manusia dari kuasa dosa. Anugerah keselamatan Kristus juga akan menuntun dan membimbing manusia dalam kebenaran Allah; sehingga memampukan manusia untuk berdiri di hadapan pengadilan Allah. Apabila kuasa Kristus yang dinyatakan oleh Roh Kudus bekerja dalam kehidupan umat percaya, maka mereka dimampukan untuk bersaksi tentang kebenaran yang membebaskan. Mereka juga dimampukan untuk mengalami sukacita yang tidak dapat diberikan oleh dunia ini, sehingga mereka mampu mengalami makna hidup yang otentik di tengah-tengah realitas kehidupan yang sering kejam dan jahat.

Jika demikian, bagaimanakah pola kehidupan saudara? Apakah saudara sangat tergantung dengan fasilitas hiburan yang disedikan oleh dunia ini? Ataukah hidup saudara makin diperkaya oleh penghiburan Roh Kudus sehingga mampu bersukacita di tengah-tengah kehidupan yang sulit dan penuh pergumulan? Berbahagialah, jika saudara memperoleh penghiburan dari Roh Kudus sehingga tetap mampu mengalami hidup yang bermakna dan penuh sukacita. Amin.

(Pdt. Yohanes Bambang Mulyono)
←   →

VISIT NOW

111

Visitor

Flag Counter
 

Copyright © 2009 by Cerita Langit