Perlindungan Minoritas Masih Lemah Di Indonesia

Dalam acara jamuan makan siang bersama 18 Komisioner hak Asasi manusia Organisasi Kerjasama Muslim (OKI) di Jakarta, Selasa (21/2), sejumlah aktivis masyarakat sipil Indonesia mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap kaum minoritas baik bagi Ahmadiyah, umat Kristen, dan umat kepercayaan lain masih menjadi tantangan serius bagi demokrasi di Indonesia. Meskipun sebenarnya Indonesia telah menandatagani sejumlah Konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) internasional. Dalam pertemuan itu, seorang pelapor khusus HAM PBB dan peserta dari Afrika menanyakan perihal hak anak dan perempuan di Indonesia serta kekerasan terhadap minoritas agama yang terjadi di Indonesia.

Yenny Wahid dari The Wahid institute secara terpisah sebagaimana dilansir Sinar Harapan menegaskan Indonesia telah memiliki seluruh perangkat hukum yang melindungi hak-hak warga negara. Namun niat baik (good will) dari pemerintah untuk melaksanakannya masih dipertanyakan. Menurut Yenny, jika berdasarkan konstitusi, kasus Ahmadiyah maupun persoalan-persoalan lainnya sangat mudah dicari penyelesaiannya.

Sementara itu, Saparinah Sadli mendorong Komisi HAM OKI untuk memberikan perhatian serius demi memperjuangkan perlindungan terhadap hak-hak perempuan. Saparinah menuturkan Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Internasional Penghapusan Seluruh Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang dikuatkan dengan Undang-Undang No 7/1984. Pembentukan Komnas Perempuan juga telah dilakukan semenjak tahun 1998.

Menurut Rafendi, aktivis masyarakat sipil harus memahami struktur dan kerja pemerintah, karena jika tidak, semulia apapun perjuangan mereka pasti akan gagal. Rafendi juga menegaskan partisipasi masyarakat sipil akan meningkatkan akuntabilitas dari pemerintah sendiri.

Ke-18 Komisioner HAM OKI ini akan melanjutkan pertemuan hingga Jumat (24/2). Pembahasan akan terus berlanjut membicarakan situasi di Palestina dan wilayah-wilayah pendudukan di Arab lainnya.

(Berbagai sumber)