Hyun Joo yang berusia 10 tahun mempunyai getaran, iman di dalam Kristus. Adalah beresiko bagi para orang tua di Korea Utara menyingkapkan Injil kepada anak-anak mereka. Bagaimanapun, orang tua Hyun Joo ingin ia tahu mengenai Yesus. Suatu hari mereka berdoa agar Allah akan memakai Hyun Joo untuk mengubah negara mereka.
Nopember tahun lalu, keluarga ini pergi ke sebuah rumah singgah di luar Korea Utara di mana mereka menghabiskan waktu dua minggu mempelajari Alkitab dan menerima pelatihan.
Suatu hari di bulan Maret, Hyun Joo sangat senang ketika ia baru pulang dari sekolah. Ia mengatakan kepada ibunya bahwa ia telah mendapatkan nilai yang bagus. Ketika ibunya menanyakan kepadanya bagaimana ia melakukannya, ia mengatakan kepada ibunya bahwa ia sedikit berdoa “di dalam hati.” Ibunya sangat kagum bahwa anak perempuannya dapat berdoa kepada Allah seperti itu. Ibunya membagikan cerita ini kepada saudarinya, Nyonya Kim, dan memintanya untuk berdoa bagi Hyun Joo.
Keesokan harinya, ketika Nyonya Kim pergi untuk mengunjungi Hee Sook (ibu dari Hyun Joo), rumah mereka kosong. Keluarga tersebut hilang ditelan bumi. Nyonya Kim mengetahui apa yang terjadi dari seorang teman.
Di sekolah, guru Hyun Joo telah bertanya kepada Hyun Joo bagaimana ia mendapatkan nilai bagus seperti itu. Hyun Joo menjawab, “oleh karena kemurahan Allah.” Guru tersebut menjadi sangat marah. Mengatakan sesuatu mengenai Tuhan selain pemimpin Korea Utara adalah suatu pelanggaran yang sangat serius. Sang guru menyeret gadis kecil ini keluar. Keluarga Hyun Joo juga menghilang di hari yang sama. Tidak ada yang mendengar kabar tentang mereka sejak saat itu. Mereka mungkin sudah dieksekusi atau dipenjara seumur hidup, hukuman bagi yang mengikuti Kristus di Korea Utara.
Korea Utara adalah salah satu rejim yang paling represif dan terisolasi di dunia, mengingkari setiap hak asasi manusia warga negaranya. Adalah kediktatoran satu orang ; semua agama dianggap tidak sah. Orang-orang Kristen harus menjalankan iman mereka secara tersembunyi dan terancam bahaya.
Son Jong Nam adalah contoh lain dari perlakuan keras negara ini. Son melarikan diri ke China pada tahun 1998 di mana ia menjadi Kristen di sana. Ia merasa terpanggil untuk menjadi seorang penginjil di Korea Utara. Sebelum ia dapat melakukan panggilannya, Son ditahan oleh polisi China pada tahun 2001 dan dipulangkan ke Korea Utara. Ia didakwa karena mengirimkan para misionari masuk ke Korea Utara, lalu ia dipenjarakan dan dianiaya dengan brutal selama tiga tahun. Ketika ia dibebaskan, kesehatannya begitu buruk, ia tidak mampu berjalan. Ia ditahan lagi pada Januari 2006, tuduhan menjadi seorang “pengkhianat negara” dan “menerima keKristenan.”
Selama lebih dari setahun, ia telah dikurung di dalam sebuah tempat yang gelap, penjara kematian bawah tanah di kota Pyongyang. Walaupun Son dijadwalkan untuk dihukum mati pada bulan Maret yang lalu, ia telah dipindahkan ke penjara Komando Keamanan Militer.
Di samping keadaan yang sulit dihadapi oleh orang-orang Kristen di Korea Utara, Tuhan sedang menambahkan jumlah mereka setiap hari.
Sumber :
Buletin Kasih Dalam Perbuatan (KDP) November-Desember 2007 halaman 11.
Diketik ulang oleh : Denny Teguh Sutandio.