Dalam sebuah tawuran antar pelajar, seorang siswa bernama Aldino Roke, warga Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat terluka parah dan akhirnya tewas ketika berada di rumah sakit. Dalam berita yang dirilis oleh Kompas.com, polisi menyatakan bahwa tawuran tersebut terjadi di depan Mega Glodok Kemayoran, Gunung Sahari Selatan pada Senin (12/9) pukul 17.00 WIB.
Namun budaya tawuran bukan hanya milik anak pelajar SMP atau SMA saja, bahkan para mahasiswa yang sering disebut intelektual kampus pun masih memiliki hobi tawuran ini. Contohnya pada hari yang sama mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) melakukan tawuran antar fakultas. Yang terlibat dalam tawuran tersebut adalah Fakultas Tehnik dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Mirisnya, menurut Rektor Unhas, Idrus Paturusi yang mengecam aksi para mahasiswanya tersebut, tawuran ini biasa terjadi di bulan September. Selama puluhan tahun, tradisi tawuran di bulan September ini seperti menjadi hal wajib yang harus dilakukan mendekati mahasiswa baru akan memulai perkuliahan. Bahkan pernah tawuran tersebut berujung pada pembakaran kampus.
Jika dari duduk di bangku sekolah sudah terbiasa tawuran dan bertindak anarkis, maka tidak aneh lagi jika muncul tawuran antar warga atau kelompok di berbagai pelosok Indonesia.
Tidak seharusnya tindakan anarkis seperti tawuran ini membudaya. Sudah saatnya melakukan tindakan untuk menanggulangi masalah sosial yang sudah mengakar ini. Bukan hanya dari penegak hukum dan pemerintah yang diharapkan tegas kepada para pelaku, namun para pendidik serta orangtua juga harus memberikan perhatian lebih kepada anak-anaknya sehingga nantinya yang tumbuh dalam diri anak adalah budaya toleransi dan hormat-menghormati.
Source : Jawaban.com/Puji Astuti