“...Kalau kami (Paulus dan rekan-rekan) dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar;” 1 Korintus 4:12
Kesabaran berasal dari kata Yunani MACROTHUMIA yang merupakan gabungan dari dua kata: macro yang berarti panjang, dan thumos yang artinya temperamen. Jadi kesabaran itu menunjuk pada pengertian tentang kemarahan yang memerlukan waktu yang sangat panjang untuk membangkitkannya sebelum kemarahan itu dinyatakan; amarah yang terkendali. Tidak sedikit dari kita yang memiliki temperamen pendek, artinya mudah sekali kehilangan kesabaran dan menjadi marah; tersinggung dengan kata-kata yang kurang mengenakkan saja amarah kita langsung meledak dan tak terkendali. Pemazmur mengingatkan, “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.” (Mazmur 37:8). Namun ada juga orang-orang yang mampu mengendalikan amarah dan bisa sabar terhadap orang lain.
Kesabaran adalah lawan dari kemarahan yang tidak pada tempatnya, kemampuan untuk menahan diri dalam menghadapi situasi-situasi sulit. Musa, sebagai seorang pemimpin yang juga manusia biasa, terkadang tidak bisa menahan amarahnya terhadap orang-orang Israel karena ketidaktaatan mereka kepada Tuhan. Ketika Tuhan menyuruh Musa untuk berbicara kepada batu agar batu itu mengeluarkan air, Musa malah memukul batu itu. Ketidaksabarannya menyebabkan Musa tidak diijinkan Tuhan untuk memasuki Tanah Perjanjian. Bisa disimpulkan bahwa orang yang sabar sekali pun ada batasnya. Maka kita sangat membutuhkan Roh Kudus agar kita memiliki kesabaran di segala situasi, karena cepat atau lambat kita akan sampai pada batas kesabaran kita.
Begitu pentingnya kesabaran dalam hidup orang percaya sehingga firman Tuhan menempatkannya pada urutan tertentu. Bila kita sudah memiliki kasih, sukacita dan damai sejahtera, kesabaran akan hadir. Tuhan Yesus sendiri telah memberi teladan hidup kepada kita, bagaimana Ia tetap sabar terhadap orang-orang yang menganiaya dan menyalibkan Dia di kayu salib, tidak ada amarah sama sekali. Dan sabar adalah sifat Allah; Dia sabar terhadap setiap orang. Sebagai anak-anakNya, sudah seharusnya kita mewarisi sifat-sifat Bapa kita. Jika tidak, lalu kita ini anak siapa?
Milikilah kesabaran, karena “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan,...” Amsal 16:32