Bagaimana caranya seorang anak perempuan berusia 11 tahun menghadapi sebuah peristiwa tragis yang terjadi dihadapannya? Menyaksikan orangtuanya dibunuh oleh kelompok gerilyawan menimbulkan luka yang dalam di hati Sofia kecil.
Peristiwa tersebut terjadi pada 24 April 2009. Ketika kelompok gerilyawan datang ke rumahnya dan menembak ayah dan ibu Sofia. Ibunya meninggal seketika dan ayahnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Terluka karena peristiwa menyedihkan itu, Sofia serta kedua orang adiknya mencoba menekan dalam-dalam memori tersebut.
Kakek dan nenek Sofia tidak mengerti apa yang harus mereka hadapi ditambah lagi kesulitan ekonomi untuk menyekolahkan Sofia dan adik-adiknya. Kakek dan neneknya akhirnya memutuskan untuk meminta pertolongan. Children’s Center yang dikelola Open Doors di Kolombia menjadi pilihan mereka. "Kami memiliki gembala yang sangat baik di Gereja, namun saat ini tidak seorangpun mengerti bagaimana membantu anak-anak ini, mereka sangat terluka." kata kakek dan nenek Sofia.
Saat pertama kali tiba di Children’s Center, Sofia berusaha keras untuk menutupi rasa kehilangan dan rasa sedih yang sangat mendalam. Ia menangis diam-diam karena dalam benaknya ia tidak akan pernah berjumpa lagi dengan kedua orang tuanya. "Awalnya saya menyalahkan Tuhan dan tidak ingin tahu satu hal pun tentang Tuhan. Namun, guru-guru disini dengan sabar membawa saya mengenal Tuhan lebih dalam lagi melalui FirmanNYA dan sekarang, saya sangat menikmati hubungan dengan Tuhan."
Open Doors pernah mengadakan kampanye penulisan surat bagi Sofia untuk menguatkannya dan membuatnya mengerti bahwa keluarga seiman diseluruh dunia peduli dan mengasihi Sofia. Dalam waktu beberapa bulan, Sofia telah menerima ratusan surat dari seluruh dunia dari Saudara-Saudari seiman yang berdoa dan mengasihinya.
Sekarang usia Sofia 13 tahun dan keadaannya sangat baik. Ia melayani bersama tim Worship Band dan kerinduannya adalah menjadi misionaris. Ia juga berkeinginan untuk melanjutkan studi di bidang Business Administration untuk kemudian menjadi pegangannya membiayai kedua orang adik-adiknya. "Di Rumah Singgah saya telah belajar banyak hal." Ujar Sofia, "Saya bergabung dengan tim senam juga tim tari. Bersama dengan tim tari saya telah belajar banyak tarian dari berbagai daerah di Kolombia."
Ditengah kesibukannya belajar di Children’s Center, Sofia masih merasakan sedih yang mendalam ketika berbicara tentang apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. Memori sedih itu harus dibawanya setiap hari, namun Sofia memilih untuk mengingat segala hal yang baik. Dia sering menyibukan diri dengan berbagai aktifitas, namun sesekali airmata turun di pipinya tanpa terkendali.
"Saya merindukan mereka, orang tua saya. Tapi saya juga tahu kalau Tuhan telah membawa saya kemari dan teman-teman serta guru-guru di Children’s Center ini adalah keluarga baru saya."
Proses pemulihan Sofia akan menjadi sebuah proses yang cukup panjang dan Sofia. Kakek dan neneik Sofia bersyukur untuk kesempatan bisa membawa Sofia ke Children’s Center dan menyaksikan perubahan dalam diri cucu mereka. Sementara tempat tinggal Sofia dulu masih belum aman karena kelompok gerilyawan masih mengancam pemimpin gereja, keluarga-keluarga Kristen termasuk anak-anak.
Saat ini, setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya Sofia dapat mengampuni pembunuh orang tuanya. Pelan-pelan ia mengerti bahwa Tuhan tidak ingin menyakitinya. Ia mulai membuka hati bagi kasih Kristus. Ia mulai bertumbuh dalam relasi yang akrab dengan Tuhan dan hasilnya adalah pemulihan bagi Sofia.
(opendoorsindonesia)