Professor dan Nelayan

Suatu hari bertemulah dua orang sahabat lama di kampung pesisir sebuah pantai. Keduanya dulu sahabat dibangku SD dan SMP. Atas perjalanan sang waktu dan kesempatan maka selepas dari SMP maka mereka menjalani kehidupan masing-masing, yang satu pergi merantau ke kota untuk meneruskan jenjang pendidikannya hingga menjadi Professor dan satunya tetap tinggal di kampung nelayan menjalani kehidupan menjadi nelayan sejati.


Rentang waktu beberapa puluh tahun maka suatu hari Sang Professor pulang kampung mengunjungi sanak-saudara dan keluarga beserta teman-teman lamanya.


Bertemulah kedua sahabat itu dan kemudian saling melepas kangen. Sebagai bentuk reuni mereka maka teman yang berprofesi sebagai nelayan mengajak temannya yakni Sang Professor untuk naik perahu kecil memancing ikan ke tengah lautan.


Dalam perjalanan ke tengah laut terjadilah dialog yang menarik antara dua kawan lama ini.


“Apa kamu bisa berbahasa inggris?”, tanya sang professor kepada temannya si nelayan.


“Wah, terus terang saja saya tidak sempat belajar bahasa Inggris karena aku hanya belajar sampai SMP dan kemudian menjadi nelayan setiap pagi dan sore.” tidak ada waktu aku belajar bahasa inggris, setiap waktu ku hanya tercurah dengan pekerjaan ku ini, jawab si nelayan dengan ringan dan sedikit malu-malu ,


“Rugi sekali kamu tidak bisa bahasa Inggris, dengan bahasa Inggris kamu bisa mempelajari aneka ilmu, berkeliling dunia, merantau dan bisa menjadikan kamu kaya raya. Sebaliknya jika kamu tidak bisa bahasa Inggris berarti kamu sudah kehilangan 50% hidupmu”, saut sang professor dengan nada yang mulai menampakkan keunggulan dan kesombongannya.


Kemudian professor bertanya lagi, “Kalau ilmu matematika kamu bisa tidak?”.


Dengan malu yang makin besar, maka suara lirih sang nelayan menjawab parau, “Apalagi ilmu matematika, kamu tentu tahu sendiri lah dengan bekal aku cuma lulusan SMP pasti tidak tahu banyak tentang Matematika”.


Jawaban si nelayan menjadikan sang professor makin besar kepala dan merasa lebih dari sahabat lamanya.


Tiba ditengah laut tiba-tiba cuaca berubah menjadi mendung, dan ombak hujan bercampur angin lebat menerpa perahu kecil kedua sahabat tersebut.


Melihat kondisi ini sang professor menjadi sangat ketakutan dan memegang erat-erat tepian perahu.


“Tenang saja kawan, ombak ini mudah-mudahan tidak akan membinasakan kita. Ini sering biasa terjadi kalau cuaca seperti ini”, celetuk si nelayan memberikan penerangan kepada sang professor.


“Kita tidak usah takut. Jika ombak menghempaskan perahu ini maka kita tinggal berenang beberapa ratus meter dari sini, maka kita akan sampai ke daratan pantai”, tambah si nelayan.


Mendengar ucapan itu maka makin takutlah sang professor dan mendekap erat si nelayan.


Sang professor kemudian berkata, “Justru karena saya tidak bisa berenang maka saya takut jika perahu ini terbalik dan ombak menghempasakan kita di tengah laut”, berkata dengan penuh rasa ketakutan.


“Wah percuma kamu jika jadi seorang professor jika tidak bisa berenang, tadi kamu bilang kalau tidak bisa bahasa Inggris & Matematika, kamu katakan akan kehilangan 50% hidupmu, tapi jika saat ini kamu tidak bisa berenang maka kamu akan kehilangan 100% hidupmu”.


Kebanyakan jika hidup sudah mapan, sudah melebihi segalanya, punya kedudukan, punya jabatan, di hormati orang, kadang timbul kesombongan , meremehkan orang seakan-akan kita yang lebih pintar, lebih kaya, lebih tahu dan lebih segalanya.
Tak berpikir sedikit pun di atas langit masih ada langit, semua terproses ketidak kekalan, kita masih ada cela kesombong, kebenci, kebodohan dan masih belum sempurna dalam hidup dan kekotoran itu masih menguasai bathin kita.
Kalau kita kita mempunyai kelebihan maka kita tidak boleh mencela dan menghina kekurangan orang lain karena bisa jadi kita banyak kelebihan disisi yang lain tapi banyak juga kekurangan disisi yang lainnya,
Jadi hiduplah saling mengisi agar kehidupan ini menjadi saling melengkapi dan semakin indah.
←   →

VISIT NOW

111

Visitor

Flag Counter
 

Copyright © 2009 by Cerita Langit