Tupai dan Semut Hitam

Alkisah di sebuah kota kecil ada seorang petani yang sedang duduk di tepi sawah. Dia duduk sambil memandangi sawahnya yang luasnya tidak seberapa itu. Disamping sawah tersebut ada juga ladang miliknya.

Di ladang tersebut, ia menanam pohon rambutan, pohon sirsak dan mangga. Hatinya sangat senang melihat pohon-pohonnya yang akan panen. Sambil menghitung berapa banyak buah yang akan dihitung dan keuntungan yang dia dapat, tiba-tiba ia melihat seekor tupai meloncat dari pohon satu ke pohon lainnya. Lalu, muncullah kesedihan dalam hatinya bahwa tupai akan merusak panennya tahun ini. Ternyata, wajah petani tersebut menggoreskan rasa haru pada semut hitam. Raja semut hitam yang melihatnya segera mengumpulkan pasukannya untuk mengusir tupai tersebut.

Jadi, semut hitam berbaris dari akar pohon yang paling bawah sampai batang pohon yang paling tinggi. Tupai yang melihat semut hitam berbaris langsung pergi dari pohon ladang tersebut. Konon, semut hitam adalah musuh dari tupai. Karena kekompakan semut hitam dan jumlahnya banyak, maka tupai tidak berani dengan semut hitam.

Petani tersebut lalu penasaran, mengapa tupai tersebut pergi dari ladangnya. Padahal, dia yakin tidak akan ada yang bisa menangkap tupai. Tupai adalah binatang yang sangat pandai dalam meloncat. Karena kepandaiannya itulah, banyak petani yang menjadi rugi karena buah panennya banyak di rusak oleh tupai. Lalu petani tersebut, mendekati pohon tersebut dan melihat semut yang berbaris di pohonnya.

Petani tersebut sangat bersyukur, karena semut hitam telah berhasil mengusir hama tupai dari ladangnya. Kisah ini mengingatkan bahwa sepandai-pandainya tupai meloncat, pasti akan jatuh juga. Tidak ada orang yang sempurna dalam dunia ini.

Sepandai apapun Anda, tentunya Anda pasti memiliki kekurangan. Contohnya saja: Tupai yang pandai meloncat, tetap memiliki kekurangan. Kekurangannya yaitu takut pada semut hitam. Tuhan sudah memberikan talenta kepada Anda, gunakanlah sebaik-baiknya dalam hal positif. Ketika satu orang diberikan talenta dalam bermain musik, bukan berarti orang tersebut juga pandai dalam bidang lain. Maka dari itu, bersyukurlah apapun talenta yang Tuhan berikan pada Anda. Tetaplah rendah hati, meskipun orang lain tidak sepandai Anda.

Mencintai Ketidaksempurnaan

Alkisah, seekor burung jatuh cinta pada bunga mawar putih. Burung pun berusaha mengungkapkan perasaannya. Tapi mawar putih berkata, ''Aku tidak akan pernah mencintaimu'!'

Burung tak pernah menyerah. Setiap hari ia datang untuk bertemu dengan mawar putih. Akhirnya mawar putih berkata, ''Aku akan mencintaimu, jika kamu dapat mengubahku menjadi mawar merah...!''

Suatu hari burung datang kembali. Dia telah melukai sayap-sayapnya dan menebarkan darahnya kepada mawar putih, hingga mawar putih berubah menjadi "mawar merah''. Akhirnya mawar putih sadar, seberapa besarnya si burung mencintai dirinya.

Sayangnya, semua sudah terlambat, karena burung telah pergi selama-lamanya. Mawar putih pun menyesal, tapi penyesalannya itu tak berarti lagi. Yang telah pergi tak mungkin kembali lagi..

Dari pengungkapan/cerita ilustrasi di atas, kita diingatkan tentang "arti cinta sejati" (biasanya baru kita sedari setelah orang yang kita cintai pergi meninggalkan kita). Orang bijak berkata, "Menikahi orang yang kita cintai itu hal biasa.. Tetapi yang luar biasa adalah mencintai orang yang kita nikahi." Ya, karena menjaga pernikahan agar tetap selalu utuh dari waktu ke waktu dalam segala situasi maupun kondisi, itulah perjuangan yang sebenarnya!

Janganlah mencintai dan mencari kesempurnaan, tapi cintailah ketidaksempurnaan dengan cara yang sempurna. Luar Biasa!!

10.000 Orang Indonesia jadi Direktur di Malaysia

Sebanyak 7.317 orang Indonesia memiliki saham di sejumlah perusahaan Malaysia. Pada saat bersamaan ada 10.989 orang Indonesia yang menduduki posisi direktur (directorship) di Malaysia.

Data itu dikemukakan oleh Mohd Naim Daruwish, chief executive Companies Commission Malaysia (CCM) dalam forum Malaysia-Indonesia, seperti diberitakan Bernama.

Menurut Mohd Naim, ada delapan perusahaan yang berkantor pusat di Indonesia tetapi memiliki cabang di Malaysia yang sudah didaftarkan di CCM seperti PT Bank Muamalat Indonesia. Sedangkan perusahaan yang terdaftar di CCM sebanyak 1.033.709 perusahaan di mana 1.029.192 di antaranya perusahaan lokal dan 4.517 perusahaan asing.

Forum Malaysia-Indonesia diketuai oleh Menteri Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi, dan Kepenggunaan Malaysia, Datuk Hassan Malek.

Mari Menulis Buku

Novel karya sastrawan Inggris Charles Dickens, berjudul A Christmas Carol akan dilelang pekan ini di Edinburgh, Skotlandia. Novel terbitan Chapman & Hall tanggal 19 Desember 1843 itu diperkirakan akan terjual senilai 230.000 poundsterling atau sekitar Rp3,4 miliar.

Harga yang tinggi itu dikarenakan usia buku yang hampir 200 tahun tetapi terpelihara dengan baik. Kedua, karena faktor penulisnya, seorang sastrawan Inggris terkenal, Charles Dickens. Ketiga, karena buku ini begitu legendaris. A Christmas Carol sudah diadaptasi ke lebih dari 20 film. Belum lagi adaptasi ke acara televisi, pertunjukan panggung, radio, lagu, komik, dan sebagainya.

Saya cuma membayangkan, seandainya dulu Dickens tidak menuliskan novelnya dalam bentuk buku, tetapi lebih memilih menceritakannya dalam bentuk penuturan (lisan), kita mungkin hanya mendengar cerita itu dari mulut ke mulut. Tak akan ada kisah pelelangan buku berusia 200-an tahun.

Saya tidak tahu masa depan industri buku akan seperti apa karena sekarang saja selain buku yang dicetak di atas kertas ada juga buku dalam bentuk digital. Apakah buku digital bisa dibaca 200 tahun ke depan? Belum ada gambaran. Mungkin teknologi digital akan bertahan lama atau ada teknologi baru yang bisa membaca e-book dan sejenisnya di masa depan yang lebih canggih. Yang jelas buku dalam bentuk hard print (cetak), terbukti bisa bertahan lama, seperti buku A Christmas Carol itu.

Saya sendiri sudah menulis sembilan buku. Saya tidak berpikir buku saya bisa bertahan 200 tahun, lalu kelak ada kolektor yang melelangnya. Ketika saya menulis buku, yang saya pikirkan hanyalah menulis buku yang isinya bermanfaat, bukan soal bisa tidaknya buku saya dikoleksi orang. Karena akan percuma jika buku hanya dipajang di rak tanpa dibaca dan dimanfaatkan.

Saya yakin, Dickens pun tak berpikir menulis buku untuk dikoleksi, melainkan untuk dibaca. Tetapi bahwa bukunya langgeng hingga kini, itu karena ceritanya (isinya) memang memikat. Karena itu, menurut saya, sebaiknya masing-masing dari kita menulis minimal satu buku sebagai rekaman jejak kita dalam bidang apa saja. Mari menulis buku dari sekarang, dimulai dengan coretan-coretan kecil, lama-lama coreten itu akan menjadi buku yang bermanfaat bagi banyak orang.

Setiap Langkah adalah Anugerah

Seorang professor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Di sana, ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, Ralph, penjemputnya di bandara.

Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju tempat pengambilan bagasi. Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang. Banyak hal dilakukannya. Ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka, kemudian mengangkat dua anak kecil agar mereka dapat melihat sinterklas. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar.

Setiap kali, ia kembali ke sisi sang professor dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.
Dari mana Anda belajar melakukan semua hal itu ? tanya sang professor.
Melakukan apa ? tanya Ralph.
Dari mana Anda belajar untuk hidup seperti itu ? desak sang professor.
Oh, kata Ralph, selama perang .....
Saya kira, perang telah mengajari saya banyak hal.

Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam . Juga tentang tugasnya saat membersihkan ladang ranjau, dan bagaimana ia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya.

Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah. katanya ........
Saya tidak pernah tahu, apakah langkah berikutnya adalah pijakan terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki serta mensyukuri langkah sebelumnya.

Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini. Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani kehidupan yang bermakna bagi orang lain.

Nilai manusia .......
tidak ditentukan dengan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup.
Kekayaan manusia bukan apa yang ia peroleh, melainkan apa yang telah ia berikan.
Selamat menikmati setiap langkah hidup Anda dan BERSYUKURLAH SETIAP SAAT

Banyak orang berpikir bagaimana mengubah dunia ini.
Hanya sedikit yang memikirkan bagaimana mengubah dirinya sendiri..

Tiga Hal Dalam Hidup

Ada 3 hal dalam hidup yang tak pernah kembali:
1. Waktu
2. Perkataan
3. Kesempatan

Kita tak bisa memutar kembali waktu, tapi kita bisa menciptakan kenangan dengan waktu yang masih kita punya dan memanfaatkan waktu yang ada, walau sebentar, untuk menciptakan kenangan yang berarti^^

Time is free but it's priceless, u can't own it but u can use it. U can't keep it but u can spend it =)

Kita tak bisa menarik ucapan kasar yang keluar dari mulut kita atau statement yang telah membuat harga diri kita lebih penting dari pada menariknya kembali dan mengucapkan maaf.

Kita tak bisa menghapus caci maki yang telah kita katakan hingga membuat orang lain marah, terluka atau menangis.
Tapi kita bisa membuat apa yang selanjutnya keluar dari mulut kita menjadi lebih banyak pujian dibanding caci maki, lebih banyak syukur dan terima kasih dari pada keluhan atau komplain, dan lebih banyak nasihat positif dari pada sulutan amarah^^

Kita tak bisa mendapatkan kembali kesempatan yang sudah kita lewatkan.
Tapi kita bisa menciptakan peluang untuk membuat kesempatan-kesempatan lain datang dalam hidup kita dengan lebih memperhatikannya^^

Ada 3 hal dalam hidup yang tak boleh hilang:
1. Kehormatan
2. Kejujuran
3. Harapan

Jika kita tidak memiliki uang, dan masih memiliki kehormatan, maka bersyukurlah karena kehormatan merupakan salah satu kekayaan yang masih berharga di mata orang lain.

Jika kita telah kehilangan kehormatan dan ingin memulihkannya, maka pergunakanlah kejujuran untuk meraih kehormatan kita kembali karena orang-orang yang jujur adalah orang-orang yang terhormat.

Jika kita telah kehilangan kehormatan karena ketidakjujuran kita, milikilah harapan bahwa suatu saat mereka akan mengerti alasan dibalik semuanya. Milikilah harapan bahwa kita bisa memperbaiki kehormatan meski dengan susah payah. Milikilah harapan bahwa meski banyak orang yang takkan lagi percaya karena kita pernah melakukan hal-hal yang tidak jujur, pada waktunya nanti, mereka akan melihat sendiri upaya kita^^

Teruslah bergerak hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah berjaga hingga kelesuan itu lesu menemanimu.

Karena di mana ada kemauan, di situ ada jalan.

Ada 3 hal dalam hidup yang paling berharga:
1. Keluarga
2. Sahabat
3. Cinta

Kekayaan bukan soal berapa banyak uang yang anda miliki.
Kekayaan adalah apa yang masih anda miliki saat anda kehilangan semua uang anda.

Jika anda kehilangan semua uang anda, ingatlah bahwa anda masih memiliki keluarga.

Jika anda kehilangan semua keluarga anda, ingatlah bahwa anda masih memiliki sahabat.

What is the difference between blood and friend?
Blood enters the heart and flows out, but friend enters the heart and stay inside.

Jika anda kehilangan semua keluarga anda dan tak ada satu pun sahabat, maka ingatlah bahwa anda masih memiliki cinta untuk mendapatkan mereka kembali, untuk mengenang masa-masa indah bersama mereka dan untuk menciptakan persahabatan yang baru dengan kehangatan kasih yang mampu anda berikan^^

If love hurts, then love some more.
If love hurts some more, then love even more.
If love hurts even more, then love till its hurt no more

Penerbangan Kelas Pertama

Alkisah, dalam sebuah penerbangan dari Johannesburg, seorang perempuan setengah baya asal Afrika Selatan yang berkulit putih baru mengetahui dirinya mendapat kursi di samping seorang pria berkulit hitam. Perempuan itu memanggil kru kabin dan mengeluhkan masalah penempatan tempat duduknya.

"Ada masalah apa, Ibu?" tanya kru kabin dengan sopan.

"Kamu tidak bisa lihat sendiri, ya?" ujar perempuan itu dengan nada tajam. "Kamu tempatkan saya di samping seorang kulit hitam. Aku tidak mungkin bisa duduk di sebelah manusia menjijikan ini. Carikan saya kursi yang lain!"

"Harap tenang dulu, Bu," timpal seorang pramugari. "Hari ini pesawat sudah penuh, tapi saya akan coba bantu Ibu ya. Saya akan cek apakah masih ada kursi kosong di kelas ekonomi atau kelas pertama."

Perempuan itu melirik dengan tatapan sombong ke arah pria berkulit hitam di sampingnya (dan penumpang lain di sekitarnya).

Beberapa menit kemudian, pramugari tadi kembali dengan berita bagus, yang disampaikannya kepada perempuan setengah baya itu. Si perempuan itu memandang ke sekitarnya dengan senyuman penuh kepuasan.

"Ibu, sayang sekali, seperti yang saya duga, kelas ekonomi sudah penuh. Tapi, kami masih punya kursi kosong di kelas pertama."

Sebelum perempuan itu sempat menjawab, si pramugari melanjutkan...

"Peningkatan kelas seperti ini jarang terjadi, tapi saya sudah mendapat izin khusus dari kapten kami. Tapi melihat kondisi yang ada, kapten kami merasa sangatlah memalukan jika seseorang harus dipaksa untuk duduk di sebelah orang yang sangat menjengkelkan."

Setelah berkata begitu, pramugari itu langsung beralih pada pria berkulit hitam yang duduk di samping perempuan itu. Kata si pramugari, "Jadi jika Anda bersedia memindahkan barang-barang Anda, Pak, saya akan menyiapkan kursinya buat Anda...."

Saat itu juga, penumpang di sekitar serempak berdiri dan bertepuk tangan ketika pria berkulit hitam itu berjalan menuju bagian depan pesawat.

Menerima Kekurangan

Di dunia ini tak ada yang sempurna. Itu sudah pasti. Nobody is perfect, kata peribahasa. Tetapi ada sebagian orang yang merasa kelemahan yang dimilikinya merupakan bawaan yang tak bisa diatasi. Lahir dari keluarga miskin merasa tak mungkin bisa kaya raya. Padahal banyak orang yang sudah bisa membuktikan sebaliknya: Lahir miskin lalu dengan bekerja keras akhirnya bisa jadi orang kaya.

Ada juga yang memiliki kekurangan fisik. Karena ada cacat lalu merasa hidupnya tak beruntung, merasa jadi manusia terpinggirkan, tak mungkin sukses, merasa tak berdaya, merasa hidupnya hanya menunggu belas kasihan orang. Padahal kita tahu, banyak contoh orang-orang difabel yang sukses luar biasa di kehidupannya.

Mumpung dalam suasana pergelaran Piala Eropa, saya ambil contoh seorang pemain sepakbola yang luar biasa, yaitu Lionel Messi. Meski ia tak main di kejuaraan ini karena orang Argentina, apa yang dialaminya cukup inspiratif. Messi sewaktu kecil mengalami proses pertumbuhan yang tidak normal. Badannya kekurangan hormon yang menghambat pertumbuhan tulangnya sehingga Messi bertubuh kecil dibanding anak-anak seusianya. Gara-gara penyakit itu ia ditolak klub sepakbola kenamaan Argentina.

Dokternya juga meminta Messi untuk tidak latihan sepakbola. Namun alih-alih berhenti bermain bola Messi malah terus berlatih dengan sembunyi-sembunyi. Bakatnya yang luar biasa akhirnya diketahui pemandu talenta dari klub sepakbola Spanyol, Barcelona. Klub ini lalu mengontraknya dan membiayai pengobatan Messi agar bisa tumbuh normal.

Kita sekarang tahu siapa Messi. Di Barcelona ia menjelma menjadi pemain hebat. Bahkan saat ini ia adalah pemain sepakbola terbaik di dunia. Messi menunjukkan bahwa kekurangannya bukan penghambat baginya.

Masih banyak contoh lain baik dari dunia olahraga, bisnis, atau bidang-bidang lainnya. Mereka tak mengeluhkan kekurangannya. Mereka justru mengoptimalkan kelebihannya untuk meraih kesuksesan hidup. Dan dengan bekerja keras akhirnya mereka sukses luar biasa. Misalnya Stephen Hawking yang tubuhnya lumpuh dan hidupnya hanya di atas kursi roda. Dengan kondisi seperti itu ternyata ia bisa berhasil menjadi ilmuwan fisika kenamaan dunia saat ini.

Tadi pagi di Radio Sonora saya membahas tema ini: Menerima Kekurangan. Memang di dunia ini tak ada yang sempurna. Tapi ketidaksempurnaan itu bukan sumber kegagalan. Kebanyakan orang yang gagal bukan karena tidak memiliki talenta, modal, atau kesempatan. Mereka gagal karena tidak pernah menyusun rencana untuk mengisi kehidupan mereka dengan sukses.

Karena itu, mari sadari bahwa kekurangan kita bukan hambatan untuk sukses. Kita pasti memiliki kelebihan. Yang harus kita lakukan adalah menemukan kelebihan kita, mengoptimalkannya, bekerja keras, tak mudah menyerah, dan mengembangkan sikap positif lainnya. Sukses pasti milik kita!

(AW)

Surat Abraham Lincoln Kepada Kepala Sekolah

Berikut adalah sebuah surat yang ditulis sendiri oleh Abraham Lincoln (1809-1865; negarawan AS) kepada Kepala Sekolah putranya. Meski ditulis puluhan tahun silam, isinya tetap relevan hingga sekarang bagi semua kalangan, entah itu eksekutif, pekerja, guru, orangtua, dan murid.

Pesan untuk Para Guru

"Saya tahu dia (baca: putra Lincoln) harus belajar bahwa tidak ada manusia yang bersikap adil dan berlaku jujur. Tapi, tolong ajari dia indahnya buku-buku... dan berikan dia juga waktu untuk merenungkan misteri abadi tentang burung-burung di langit, lebah-lebah di bawah matahari, dan bunga-bunga di lereng bukit yang menghijau.

Di sekolah, ajari dia bahwa kegagalan itu jauh lebih terhormat daripada berbuat curang.... Ajari dia untuk meyakini gagasan-gagasannya sendiri, meski semua orang berkata dia salah.

Ajari dia untuk bersikap lembut kepada orang-orang yang juga bersikap lembut, dan bersikap keras kepada orang-orang yang juga bersikap keras. Berikan putra saya kekuatan untuk tidak begitu saja mengikuti orang banyak ketika mereka sedang bersukaria akan sesuatu....

Ajari dia untuk mendengarkan semua orang yang berbicara padanya; tapi ajari dia juga untuk menyaring kebenaran dari semua hal yang didengarnya, dan hanya mengambil hal-hal yang positif saja.

Ajari dia cara untuk tertawa di saat dia sedih.... Ajari dia agar tidak malu untuk menangis.

Ajari dia untuk mencemooh orang-orang yang bersikap sinis dan bersikap waspada terhadap orang-orang yang selalu bermuka dan bermulut manis.

Ajari dia untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan pikirannya untuk melakukan hal-hal terbaik, tapi jangan pernah menjual hati dan jiwanya. Ajari dia untuk tidak mendengarkan kelompok orang yang berteriak-teriak... dan tetap berjuang mempertahankan pendiriannya jika memang dirinya benar.

Perlakukan dia dengan lembut, tapi jangan manjakan dia, karena hanya melalui tempaan apilah bisa tercipta baja yang terbaik. Biarkan dia memiliki keberanian untuk bersikap tidak sabar. Biarkan dia memiliki kesabaran untuk bersikap berani. Ajari dia untuk selalu mempunyai kepercayaan yang sungguh-sungguh pada dirinya, karena dengan begitu ia akan memiliki kepercayaan pada sesamanya.

Pesan ini sangat penting, namun lakukan saja sebisa Anda. Putra saya adalah anak laki-laki yang baik!

-Abraham Lincoln"

Mount Everest.....

Setelah Sir Edmund Hillary bersama Tenzing Norgay (pemandu/sherpa) kembali dari puncak Mount Everest, hampir semua reporter dunia berebut mewawancarai Sir Edmund Hillary, dan hanya ada satu reporter yang mewawancarai Tenzing Norgay, berikut cuplikannya :

Reporter :"Bagaimana perasaan Anda dengan keberhasilan menaklukkan puncak gunung tertinggi di dunia?"

Tenzing Norgay :"Sangat senang sekali"

Reporter : "Anda kan seorang Sherpa (pemandu) bagi Edmund Hillary, tentunya posisi Anda berada di depan dia, bukankah seharusnya Anda yang menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di puncak Mount Everest?"

Tenzing Norgay : "Ya, benar sekali. Pada saat tinggal satu langkah mencapai puncak, saya persilakan dia (Edmund Hillary) untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama di dunia yang berhasil menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi di dunia".

Reporter : "Mengapa Anda lakukan itu?"

Tenzing Norgay : "Karena itulah IMPIAN Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih IMPIAN-nya".

Di sekitar kita, banyak sekali orang seperti Sir Edmund Hillary dan Tenzing Norgay. Pepatah mengatakan, "Bila Anda hendak jadi pahlawan, harus ada yang bertepuk tangan di inggir jalan".

Di dunia ini, tidak semua manusia berkeinginan dan memiliki impian seperti Sir Edmund Hillary, menjadi pahlawan. Mereka ini cukup berbahagia dengan memberikan pelayanan dengan membantu orang lain mencapai impiannya. Mereka merasa cukup menjadi "orang-orang yang bertepuk tangan saja di pinggir jalan".

Kadang, orang-orang seperti ini diperlakukan ibarat "telor mata sapi". Yang punya telur si Ayam, yang tersohor malah Sapi.

Sudahkah Anda menghargai, menghormati dan mengangkat orang-orang seperti Tenzing Norgay dalam tim Anda?

Cermin yang Cacat

Alkisah, ada seorang anak laki-laki yang sangat cerdas dan berasal dari keluarga yang sangat kaya. Namanya Andi. Dia punya segalanya yang diinginkan anak laki-laki, karenanya dia hanya tertarik pada barang-barang yang sangat langka dan aneh.

Kali ini dia tertarik dengan sebuah cermin yang sangat tua. Andi pun berusaha meyakinkan orangtuanya untuk membelinya dari seorang pria tua yang misterius. Ketika cermin itu diantar ke rumah, Andi segera melihat ke cermin tua itu. Anehnya, wajahnya di dalam cermin terlihat sangat sedih. Dia sudah mencoba tersenyum dan membuat ekspresi wajah lucu, tapi bayangannya tetap saja menunjukkan ekspresi sedih.

Karena heran, Andi keluar rumah untuk membeli permen. Lalu dia pulang dengan perasaan sebahagia mungkin untuk melihat kembali ke arah cermin. Tapi bayangannya masih tampak sedih. Dia membeli semua jenis mainan dan barang-barang loakan, tapi ekspresinya tetap saja terlihat sedih di cermin. Karena jengkel, Andi meletakkan cermin itu di sudut kamarnya.

"Cermin nggak guna! Baru kali ini aku ketemu cermin yang cacat!"

Siang itu juga, Andi pergi keluar rumah untuk bermain dan membeli beberapa mainan. Tapi di perjalanan menuju taman, dia melihat seorang anak kecil yang sedang menangis. Anak itu terlihat sangat sedih dan kesepian, sehingga Andi tergerak untuk mendekatinya dan mencari tahu ada apa. Anak kecil itu bercerita kalau dia terpisah dari orangtuanya.

Mereka pun bersama-sama mencari orangtua si anak kecil. Karena anak kecil itu tak berhenti menangis, Andi membelikan permen untuk menghiburnya. Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh, mereka menemukan orangtua si anak yang ternyata juga sedang mencarinya. Mereka terlihat sangat cemas.

Andi pun berpamitan dengan mereka, dan berjalan menuju taman. Tapi begitu melihat hari sudah mulai malam, dia memutuskan untuk berbalik arah dan pulang, tanpa jadi bermain, atau membeli mainan, dan uangnya pun habis. Setibanya di rumah, dia masuk ke kamarnya. Di sudut kamar dilihatnya seberkas cahaya terang. Sudut yang sama tempatnya meletakkan cermin cacat itu. Merasa penasaran, dia pun menghampiri cermin itu dan menyadari bahwa cahaya itu berasal dari tubuhnya sendiri, yang bersinar-sinar karena merasa bahagia.

Saat itu Andi mengerti misteri dari cermin itu, satu-satunya cermin yang mampu merefleksikan secara jujur kebahagiaan sejati pemiliknya. Dan dia memang merasa bahagia karena telah menolong anak kecil tadi.

Sejak itu, setiap pagi saat melihat ke dalam cermin dan tidak ada cahaya yang bersinar, Andi sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk memunculkan kembali cahaya itu.

Menolong orang lain membawa kebahagiaan terbesar.

Tetesan Air

Alkisah ada sebuah botol yang berisikan air yang jernih. Setiap tetesan air di dalam botol itu merasa berbangga diri karena mereka sangat bersih dan jernih. Hari lepas hari mereka saling mengucapkan selamat karena kejernihan dan kebersihan diri mereka.

Hingga suatu hari, salah satu tetesan air itu menjadi bosan dengan keadaannya yang superbersih dan jernih. Dia ingin tahu rasanya menjadi tetesan yang kotor. Meski tetesan air lainnya berusaha keras membujuk dan mencegahnya, dia tetap bersikukuh pada niatannya.

Tanpa diduganya, ketika tetesan itu kembali ke dalam botol dengan keadaan yang sangat kotor ternyata dirinya membuat semua tetesan air di dalam botol menjadi kotor juga. Mereka berusaha membersihkan diri mereka, tapi sia-sia. Mereka telah mencoba segala cara untuk menghilangkan noda-noda kotor itu.

Akhirnya, ada seseorang yang mencemplungkan botol itu ke dalam sebuah air mancur. Dan begitu masuk banyak air bersih ke dalam botol, tetesan-tetesan air yang kotor itu kembali bersih dan jernih. Sekarang mereka semua tahu kalau mereka ingin menjadi bersih, setiap mereka juga harus tetap bersih. Meski kadang hal itu sangat sulit. Karena untuk memperbaiki kesalahan satu tetesan dibutuhkan kerja keras dari semua tetesan.

Hal yang sama juga bisa terjadi pada diri kita dan lingkungan sekitar kita. Jika kita ingin tinggal di dalam lingkungan yang positif, setiap kita harus menjadi pribadi yang positif. Jangan sampai ada yang melakukan hal negatif karena satu orang saja yang berbuat demikian akan berdampak besar bagi orang lainnya.

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda sudah menjadi "tetesan air yang bersih"?

Potensi Terpendam

Kisah ini sungguh bagus untuk dibagikan ke lebih banyak orang. Makna yang terkandung di dalamnya mungkin bisa membantu kita untuk menemukan potensi tersembunyi sebagaimana yang dialami sang pianis dalam kisah berikut ini:

Alkisah ada seorang pianis di sebuah bar. Permainan pianonya sangat bagus. Para pengunjung bar itu rata-rata datang ke sana hanya untuk mendengarkan pemain ini memainkan jari-jemarinya di atas tuts-tuts piano. Tapi suatu malam, seorang pelanggan meminta sang pianis menyanyi.

Sang pianis menjawab, "Saya tidak menyanyi, Pak."

Tapi, pelanggan itu bersikeras. Ia pun berkata pada bartender di sana, "Saya bosan mendengarkan dentingan piano. Saya ingin dia menyanyi!"

Si bartender berteriak ke arah panggung, "Hei Bung! Kalau mau dibayar, nyanyikan satu lagu. Pelanggan minta kau nyanyi!"

Karena merasa sudah terdesak, sang pianis pun memenuhi permintaan si pelanggan. Seorang pianis yang selama ini tidak pernah menyanyi di depan umum menyenandungkan lagu untuk pertama kalinya. Dan ternyata hasilnya sungguh di luar dugaan! Tidak ada orang yang pernah mendengar lagu "Mona Lisa" dinyanyikan seperti malam itu oleh Nat King Cole!

Sang pianis ternyata punya bakat terpendam. Ia bisa saja menghabiskan sisa hidupnya sebagai seorang pianis tanpa nama di sebuah bar yang juga tidak terkenal. Tapi karena ia diharuskan menyanyi, ia akhirnya bisa menjadi salah satu entertainer terkenal di Amerika.

Mungkin di antara kita ada yang masih meragukan kemampuan yang dimilikinya. Mereka merasa dirinya tak memiliki suatu keterampilan atau kebisaan yang istimewa, lalu perasaan ini berkembang menjadi minder. Sebelum menjadi berlarut-larut, sadari bahwa sesungguhnya kita mempunyai keterampilan dan kemampuan. Tapi yang sering kali terjadi adalah kita tidak menyadari hal itu, seperti halnya sang pianis dalam kisah di atas.

Karena itu, pertanyaan yang tepat untuk diajukan pada diri sendiri bukannya: "Kemampuan apa yang aku miliki yang bermanfaat?" melainkan "Bagaimana aku akan menggunakan kemampuan apa pun yang aku miliki?" Dengan kesadaran dan kesungguhan untuk menekuni apa pun bakat kita itu, hasilnya hampir dipastikan akan maksimal.

Lemon & Minuman Lemon

Orang-orang yang secara konsisten menunjukkan kegembiraan dalam menjalani hidup adalah mereka yang tidak akan terpengaruh besar oleh situasi dan kondisi yang menimpa hidup mereka. Sebagaimana yang dinyatakan penulis Zig Ziglar, "Jika hidup memberimu sebuah lemon, ambil saja lemon itu dan buatlah minuman lemon."

Ungkapan sederhana tapi mendalam itulah yang kira-kira dipraktikkan Charles Goodyear dan terbukti ampuh serta membawa berkah tersendiri bagi dirinya dan orang lain. "Lemon" dalam kehidupan Charles Goodyear adalah hukuman penjara, sebagai hasil dari upayanya melawan hukum di kala itu. Tapi selama berada di penjara, Goodyear tidak berkeluh-kesah. Sebaliknya, ia malah mampu menjadi seorang asisten di dapur penjara. Sementara mendekam di penjara, ia tetap mengolah sebuah ide hingga akhirnya ia berhasil menemukan metode vulkanisasi karet. Dengan demikian, "lemon"-nya Mr Goodyear, yaitu sebuah hukuman penjara, menjadi "minuman lemon" yang lezat bagi kita semua.

Berkat kemampuan Goodyear mengolah lemonnya menjadi sebuah minuman lemon yang lezat, kita sekarang mempunyai ban-ban yang lebih baik buatan Goodyear. Dan itu berarti kita bisa menikmati perjalanan yang lebih baik dan tentu cara hidup yang juga lebih baik. Hal ini menunjukkan betapa kemampuan mengubah lemon menjadi minuman lemon ini punya kekuatan luar biasa bagi diri kita dan orang-orang di sekitar kita.

Karena itu, mari kita sama-sama belajar untuk mampu menerima "lemon" kita dan mengubahnya menjadi "minuman lemon" agar hidup kita bisa bermanfaat (setidaknya bagi diri kita terlebih dulu dan setelah itu bagi orang lain).

Kisah Rahasia Kebahagiaan

Alkisah, ada lelaki tua yang berjalan masuk ke sebuah restoran dengan langkahnya yang terseret-seret. Dengan kepala yang dimiringkan dan bahunya yang berposisi agak membungkuk ke depan, lelaki itu bersandar pada tongkat andalannya dengan langkah-langkah yang tidak terburu-buru.

Jaket kainnya yang terlihat sobek-sobek, celana panjangnya yang bertambal, sepatunya yang usang, dan kepribadiannya yang hangat membuatnya tampil berbeda dari pengunjung lainnya di Sabtu pagi itu. Yang tak terlupakan adalah kedua matanya yang berkilau bagai intan, pipinya yang lebar dan kemerahan, serta bibir tipisnya yang membentuk senyuman hangat.

Langkahnya terhenti, dan ia pun membalikkan badan, berkedip pada seorang anak kecil yang duduk di dekat pintu. Anak itu membalasnya dengan cengiran lebar. Seorang pelayan muda bernama Nina memperhatikannya berjalan terseret-seret menuju sebuah meja di samping jendela.

Nina menghampiri lelaki tua itu, dan berkata, "Mari, Pak, saya bantu Anda duduk."

Tanpa berkata apa pun, lelaki tua itu tersenyum dan mengangguk sebagai ucapan terima kasih. Nina menarik kursi dari meja. Dengan satu tangannya, Nina membantu lelaki itu duduk di kursi hingga merasa nyaman. Lalu, si pelayan menarik meja ke dekat lelaki tua itu, dan menyandarkan tongkatnya pada meja agar mudah dijangkaunya.

Dengan suara yang jernih dan lembut, lelaki itu berkata, "Terima kasih, dan semoga kamu mendapat berkah atas kebaikanmu."

"Sama-sama, Pak," jawab si pelayan. "Nama saya Nina. Saya akan kembali sebentar lagi dan kalau perlu sesuatu, panggil saja saya."

Setelah lelaki tua itu menghabiskan makanan dan minumannya, Nina membawakan uang kembalian. Lelaki itu meletakkannya di atas meja. Nina membantu lelaki itu bangkit dari kursi dan keluar dari mejanya. Nina memberikan tongkatnya dan menggandengnya hingga ke pintu depan.

Sembari membukakan pintu, Nina berkata, "Silakan datang kembali, Pak!"

Lelaki tua itu berbalik, berkedip dan tersenyum, lalu mengangguk sebagai ucapan terima kasih. "Tentu saja," katanya lembut.

Ketika Nina membersihkan meja yang tadi dipakai lelaki itu, ia hampir saja pingsan. Di bawah piring, ia menemukan sebuah kartu nama dan pesan di sebuah tisu dengan tulisan tangan yang agak acak-acakan. Di bawah tisu itu terselip lima lembar uang seratus ribu rupiah.

Pesan pada tisu itu berbunyi demikian: "Dear Nina, saya sangat menghormati kamu dan saya bisa lihat bahwa kamu pun menghormati diri sendiri. Itu terlihat dari caramu memperlakukan orang lain. Kamu telah menemukan rahasia kebahagiaan. Sikap hangatmu itu akan terpancar ke semua orang yang kamu jumpai."

Ternyata setelah diselidiki, lelaki tua yang dilayani Nina tadi adalah pemilik restoran tempatnya bekerja. Inilah kali pertama Nina dan juga para karyawan lainnya melihatnya secara langsung.

Sang Nelayan

Alkisah, ketika sedang melaut seorang nelayan mengamati seekor ular yang berenang menuju perahunya.

Begitu ular itu sudah berada di dekat perahu, sang nelayan bisa melihat ternyata ular itu membawa seekor katak di dalam mulutnya. Karena merasa kasihan dengan si katak, sang nelayan pelan-pelan mengulurkan tangannya ke dalam air dan dengan hati-hati mengeluarkan katak itu dari mulut si ular. Katak itu pun segera pergi menjauh.

Tapi dalam hati sang nelayan timbul rasa kasihan yang sama pada si ular. Sang nelayan pun mencarikan sesuatu yang bisa diberikan padanya. Ia menemukan sebotol minuman sejenis wiski, menuangkan minuman itu segelas penuh, dan dengan hati-hati memberikannya pada si ular.

Ular itu lalu berenang menjauh. Sang nelayan merasa puas dengan perbuatan baiknya. Tapi sekitar sepuluh menit kemudian, ia mendengar suara ketukan pelan di bagian sisi perahunya. Ketika menoleh ke arah samping, dilihatnya ular itu telah kembali... tapi kali ini dengan membawa dua katak di dalam mulutnya.

Jika kita membandingkan kisah di atas dengan kehidupan nyata kita, bukankah ada kemiripan di antara keduanya? Jika kita memberikan sesuatu pada seseorang (atau hewan) apa yang mereka inginkan, bisa dipastikan mereka akan kembali dan kembali lagi. Bahkan, mungkin mereka akan membawa sekalian keluarga dan teman-temannya.

Tindakan memberi dan membantu orang lain memang sangat dianjurkan, tapi alangkah lebih baiknya jika tindakan itu dapat juga dijadikan sebagai "alat" pemicu atau penyemangat agar di kemudian hari mereka bisa lebih mandiri dan lebih kuat. Jangan sampai kebaikan kita malah menjadikan pihak penerima bantuan sebagai orang yang hanya berpangku tangan menunggu pertolongan orang lain.

Kisah Si Bocah dan Pria Tua

Alkisah, ada seorang bocah yang menjual majalah untuk sekolah. Ia berjalan menuju sebuah rumah yang jarang dikunjungi orang. Bangunan rumah itu sangat tua dan pemiliknya jarang sekali keluar. Sekalinya keluar dari rumah, sang pemilik itu tidak pernah mau menyapa para tetangganya atau orang-orang yang sedang lewat, melainkan hanya membelalak pada mereka.

Bocah itu mengetuk pintu rumahnya dan menunggu, berkeringat karena merasa ketakutan dengan sang pemiliknya. Orangtua si bocah sudah pernah memperingatkannya agar menjauhi rumah itu, anak-anak lainnya juga mendapat peringatan yang sama dari orangtua mereka.

Saat hendak melangkah pergi karena sudah menunggu lama, pintu tiba-tiba terbuka perlahan. "Apa maumu?" kata sang pemilik yang sudah berusia tua. Si bocah sangat ketakutan tapi dia harus memenuhi kuota untuk tugas sekolahnya dengan menjual majalah-majalah.

"Hmm, permisi, pak, saya, hmm, mau menjual majalan-majalah ini. Dan hmm... saya pikir bapak mau membelinya." Pria tua itu hanya menatapi si bocah. Saat itu, si bocah bisa melihat ke dalam rumah si pria tua itu dan melihat ada patung-patung kecil berbentuk anjing di atas meja.

"Bapak mengumpulkan anjing-anjing?" tanya si bocah. "Ya, aku punya banyak sekali koleksi di rumah, mereka seperi keluarga sendiri di sini, cuma mereka yang aku punya."

Si bocah merasa kasihan pada pria itu, sepertinya ia sangat kesepian. "Kalau begitu, saya punya sebuah majalah untuk para kolektor, cocok sekali buat bapak. Aku juga punya satu majalah yang isinya tentang anjing-anjing karena bapak sangat menyukai anjing." Si pria tua itu berkata sambil siap-siap menutup pintu, "Tidak Nak, saya tak butuh majalah apa pun. Sekarang, selamat tinggal."

Si bocah merasa sedih karena kuotanya untuk penjualan majalah tidak terpenuhi. Dia juga merasa kasihan pada pria tua itu karena sangat kesepian di dalam rumah besar itu. Sesampainya di rumah, si bocah punya ide bagus. Dia punya patung anjing kecil yang didapatnya dari seorang bibi beberapa tahun lalu. Patung kecil ini tak berarti banyak baginya, berbeda dengan pria tua itu, karena si bocah punya anjing peliharaan dan sebuah keluarga yang besar.

Maka, anak ini pun kembali ke rumah si pria tua dengan membawa patung kecilnya. Diketuknya pintu rumah itu, dan kali ini pria tua langsung membukakan pintu. "Nak, seperti sudah kubilang tadi kalau aku sama sekali tidak perlu majalah."

"Iya, Pak, saya sudah tahu. Saya cuma mau memberi sebuah hadiah." Lalu, si bocah menyerahkan padanya patung kecil. Wajah pria tua itu terlihat lebih cerah. "Saya pelihara satu anjing di rumah, yang ini buat bapak." Si pria tua itu hanya tertegun; belum pernah ada yang memberinya sebuah hadiah berharga seperti itu dan menunjukkan kebaikan padanya. "Nak, kau baik sekali, kenapa kau berbuat ini?" Si bocah tersenyum dan berkata, "Karena bapak suka dengan anjing."

Sejak saat itu, si pria tua mulai mau keluar rumah dan menyapa orang-orang. Dia dan si bocah sekarang menjadi teman, dan si bocah bahkan setiap minggu mengajak anjingnya menemui si pria tua.

Luar biasa sekali, betapa perbuatan sederhana si bocah mampu mengubah kehidupan keduanya, si bocah itu sendiri dan si pria tua. Karena itu, jangan pernah remehkan kekuatan sebuah tindakan sekecil apa pun, entah itu sekadar senyuman tulus pada teman kita atau musuh sekalipun. Pada waktunya nanti, tindakan simpel seperti itu akan membawa manfaat yang tak terbayangkan sebelumnya. 

Kekuatan Lahir dari Latihan Keras

Seorang perempuan bisa sekuat laki-laki atau bahkan bisa melebihinya. Baru-baru ini Xu Huijun, 43 tahun, membuktikannya. Dengan menggunakan rambutnya ia berhasil menarik dua buah mobil berbobot 4,5 ton. Bandingkan dengan tubuh mungilnya yang hanya memiliki berat 50 kg.

Kemampuannya itu tak lepas dari latihan keras yang dijalani Xu Huijun. Kisahnya dimulai saat perempuan asal Dalian, China, ini sering melihat rombongan akrobat yang tampil di kotanya. Para pemain akrobat itu menunjukkan berbagai aksinya yang kadang aneh.

Entah bagaimana memulainya, suatu kali ia diterima menjadi pekerja di rombongan akrobat itu, bukan sebagai pemain akrobat melainkan akuntan. Namun di tengah latihan para krunya, ia selalu tergelitik ingin mencoba sesuatu. Kebetulan pemimpinnya mengabulkan permintaan itu. Malah ia diminta menarik mobil seberat 1,5 ton dengan rambutnya yang panjang.

"Awalnya saya takut rambut saya rontok," katanya. Saat percobaan itu dilakukan tiga tahun lalu ternyata ia berhasil menarik mobil. Sejak saat itu ia menjadi pemain akrobat. Untuk melatih kekuatan rambutnya setiap hari ia "menjinjing" dua ember berisi air seberat 100 kg untuk kebutuhan rumah tangganya menggunakan rambutnya. Awal tahun ini kekuatannya diuji. Ia mencoba menarik dua mobil yang totalnya 4,5 ton menggunakan rambutnya dan ternyata berhasil.

Ke depan ia akan mencoba membuat rekor dengan menarik tiga buah mobil dengan bobot lebih berat. Ternyata dengan latihan keras dan keyakinan diri yang kuat benda berat pun bisa ia taklukkan meski dengan menggunakan rambut.

Buah Manis dari Kesabaran

Ini adalah sepenggal kisah luar biasa dari seorang supir taksi di sebuah kota besar bersama seorang penumpangnya.

Saya tiba di alamat yang dituju dan membunyikan klakson. Setelah menunggu sebentar, saya kembali mengklakson. Karena ini adalah tumpangan terakhir, saya terpikir untuk pergi begitu saja. Tapi entah kenapa, saya malah memarkirkan mobil di taman terdekat dan berjalan menuju alamat tadi, lalu mengetuk pintu depannya. "Tunggu sebentar," terdengar suara lemah dari dalam rumah. Saya bisa mendengar sesuatu sedang ditarik sepanjang lantai.

Setelah beberapa lama tidak ada tanda apa pun, akhirnya pintu terbuka. Tampak seorang ibu tua bertubuh mungil yang kira-kira berusia 90 tahun. Tubuhnya berbalutkan baju print dress dan topi kotak. Penampilannya seperti karakter dalam sebuah film tahun '40-an. Di sisinya ada sebuah koper kecil berbahan nilon. Rumah itu tampak seperti bangunan yang tak pernah ditinggali selama bertahun-tahun. Semua perabotnya tertutup kain putih. Tidak terlihat jam dinding yang menggantung, juga tidak ada barang pajangan di atas meja pajangan. Di pojokan tampak sebuah kardus besar berisi foto-foto dan barang pecah belah.

"Bisa tolong bantu bawakan koper saya ke dalam mobil?" tanyanya. Saya pun mengangkat koper itu ke dalam taksi, lalu kembali untuk membantunya berjalan. Sang ibu menerima uluran tangan saya dan kami berjalan perlahan menuju pinggiran trotoar. Dia tak henti-hentinya berterima kasih atas kebaikan saya. "Tidak apa-apa, Bu," jawab saya. "Saya hanya berusaha memperlakukan penumpang saya seperti ibu saya."

"Oh, kamu memang anak baik," katanya. Ketika kami sudah berada di dalam taksi, Ibu itu memberikan saya sebuah alamat dan lalu bertanya, "Bisakah kamu lewat pusat kota?"

"Tapi, itu bukan jalur terdekat," jawab saya dengan cepat. "Oh, tidak apa-apa, kok," katanya. "Saya sedang tidak terburu-buru. Saya akan menuju ke hospice."*

Saya melirik ke belakang lewat kaca spion. Mata Ibu itu berkaca-kaca. "Saya tak punya keluarga lagi," katanya dengan suara pelan. "Dokter bilang waktu saya tidak lama lagi." Saya langsung mematikan argo. "Mau lewat rute yang mana?" tanya saya.

Dua jam berikutnya, kami menyusuri jalanan di pusat kota. Dia menunjukkan bangunan tempatnya dulu bekerja sebagai operator lift. Lalu, kami melewati perumahan yang pernah ditinggali Ibu dan suaminya ketika masih pengantin baru. Dia meminta saya meminggirkan taksi di depan sebuah gudang furnitur yang dulu menjadi ruangan dansa tempatnya pernah berdansa sewaktu masih muda. Kadang dia meminta saya untuk bergerak lambat di depan sebuah bangunan tertentu atau di sudut jalan. Dia akan duduk terdiam memandang di kegelapan.

Ketika matahari mulai terlihat bergerak semakin ke barat, Ibu itu tiba-tiba berkata, "Saya lelah. Ayo kita pergi sekarang." Kami pun berkendara dalam diam menuju alamat yang diberikannya. Tempat tujuannya berbangunan rendah, seperti sebuah rumah penyembuhan, dengan jalanan mobil di depan serambi bertiang.

Dua petugas keluar menghampiri taksi begitu saya memarkirkan mobil. Mereka terlihat sangat perhatian, mengawasi setiap gerakan Ibu. Saya membuka pintu bagasi dan membawa koper kecilnya ke depan pintu. Ibu itu sudah duduk di sebuah kursi roda. "Berapa ongkosnya?" tanyanya pada saya.

"Tidak usah," jawab saya. "Tapi kamu kan perlu cari nafkah," katanya lagi. "Masih ada penumpang yang lain," balas saya. Setelah itu, saya langsung membungkuk dan memeluknya. Ibu itu balas memeluk saya dengan erat. "Kau sudah memberi sedikit kebahagiaan pada wanita tua ini," katanya. "Terima kasih, ya."

Saya menggenggam tangannya, dan berjalan menuju taksi. Di belakang saya, sebuah pintu tertutup rapat. Itulah suara tertutupnya sebuah kehidupan. Setelah itu saya tidak mengambil penumpang lagi. Saya hanya berputar-putar tanpa arah. Sisa hari itu, saya hanya terdiam membisu. Bagaimana seandainya wanita itu mendapat seorang supir taksi yang pemarah, atau yang tidak sabaran untuk mengakhiri jam kerjanya? Bagaimana jika saya menolak permintaannya, atau hanya sekali mengklakson lalu pergi begitu saja? Semua kejadian itu membuat saya merenung bahwa selama hidup saya belum pernah melakukan sesuatu yang lebih penting dari ini.

Kita sering kali dikondisikan untuk berpikir bahwa kehidupan kita berputar di seputar momen-momen penting. Tapi kadang momen-momen penting itu membuat kita tidak memperhatikan hal-hal terindah yang sering diabaikan oleh kebanyakan orang. Mari kita mulai meluangkan waktu sejenak untuk lebih memperhatikan apa yang menghampiri hidup kita karena mungkin saja hal itu menjadi kejadian terindah dalam hidup kita.

*hospice: rumah perawatan pasien terminal

Sepatu yang Tertinggal

Suatu hari seorang bapak tua hendak bepergian menggunakan kereta. Namun karena terburu-buru, ketika naik, sebelah sepatunya tersangkut di pintu dan jatuh ke atas rel. Ia hendak mengambilnya namun kereta terlanjur berjalan dan tak mungkin memintanya untuk berhenti. Sesaat kemudian, ia malah melakukan sesuatu yang tidak lazim. Si bapak tua dengan tenang melepas sepatu sebelahnya, lalu melemparkannya ke luar tak jauh dari sepatu tadi jatuh.

Kebetulan semua kejadian itu diperhatikan oleh seorang pemuda yang duduk di dalam kereta. Karena merasa penasaran, pemuda itu hendak bertanya langsung pada si bapak tua. Begitu bapak tua itu melewati tempat duduknya, si pemuda menyapanya ramah. "Salam, Pak. Saya tadi sempat memperhatikan apa yang Bapak lakukan. Boleh saya bertanya sesuatu?"

"Silakan, Nak. Apa yang ingin kau tanyakan?" ujar si bapak tua.

"Begini, Pak. Tadi Bapak sudah kehilangan satu sepatu, lalu kenapa Bapak juga melemparkan sepatu Bapak yang lain? Dengan begitu, bukankah Bapak sekarang tak punya alas kaki."

Si bapak tua itu melihat pemuda itu sambil tersenyum, lalu menjawab ramah, "Nak, seperti yang sudah kamu lihat tadi, saya sudah kehilangan satu sepatu. Sepatu yang terjatuh tadi mungkin akan ditemukan oleh seseorang, dan bisa saja dia itu orang yang tak berpunya. Tapi, apakah sepatu yang cuma sebelah itu ada gunanya buatnya? Tidak, kan? Sementara saya sendiri, apakah sepatu yang masih melekat di kaki saya tadi juga masih bermanfaat bagi saya? Tidak juga, kan?

"Jika saya melemparkan sepatu sebelahnya lagi, kemungkinan besar orang yang tadi menemukan sepatu saya akan menemukan pasangannya. Dengan begitu, sepatu itu bisa kembali berfungsi sebagaimana mestinya. Karena itulah, saya lemparkan sepatu sebelahnya lagi supaya orang yang menemukannya bisa memanfaatkannya dengan baik."

Bapak tua di dalam kisah tadi adalah Mahatma Gandhi. Apa yang dilakukan beliau mengandung sebuah filosofi dasar dalam hidup.

Sepanjang masa hidup, kita hampir pasti akan merasakan suatu kehilangan. Entah itu berupa materi atau orang terkasih kita. Dan bagi kita, kehilangan itu awalnya terlihat tidak adil. Tapi jika kita renungkan lebih jauh lagi, kehilangan itu sejatinya terjadi agar ada perubahan positif dan berarti dalam hidup kita.

Berkeras mempertahankan apa yang kita miliki tidak membuat kita atau dunia di sekitar kita menjadi lebih baik. Tapi memberikan dengan ketulusan hati dapat membantu banyak orang dan membuat mereka bahagia.
 →

VISIT NOW

111

Visitor

Flag Counter
 

Copyright © 2009 by Cerita Langit