Alkisah, ketika sedang melaut seorang nelayan mengamati seekor ular yang berenang menuju perahunya.
Begitu ular itu sudah berada di dekat perahu, sang nelayan bisa melihat ternyata ular itu membawa seekor katak di dalam mulutnya. Karena merasa kasihan dengan si katak, sang nelayan pelan-pelan mengulurkan tangannya ke dalam air dan dengan hati-hati mengeluarkan katak itu dari mulut si ular. Katak itu pun segera pergi menjauh.
Tapi dalam hati sang nelayan timbul rasa kasihan yang sama pada si ular. Sang nelayan pun mencarikan sesuatu yang bisa diberikan padanya. Ia menemukan sebotol minuman sejenis wiski, menuangkan minuman itu segelas penuh, dan dengan hati-hati memberikannya pada si ular.
Ular itu lalu berenang menjauh. Sang nelayan merasa puas dengan perbuatan baiknya. Tapi sekitar sepuluh menit kemudian, ia mendengar suara ketukan pelan di bagian sisi perahunya. Ketika menoleh ke arah samping, dilihatnya ular itu telah kembali... tapi kali ini dengan membawa dua katak di dalam mulutnya.
Jika kita membandingkan kisah di atas dengan kehidupan nyata kita, bukankah ada kemiripan di antara keduanya? Jika kita memberikan sesuatu pada seseorang (atau hewan) apa yang mereka inginkan, bisa dipastikan mereka akan kembali dan kembali lagi. Bahkan, mungkin mereka akan membawa sekalian keluarga dan teman-temannya.
Tindakan memberi dan membantu orang lain memang sangat dianjurkan, tapi alangkah lebih baiknya jika tindakan itu dapat juga dijadikan sebagai "alat" pemicu atau penyemangat agar di kemudian hari mereka bisa lebih mandiri dan lebih kuat. Jangan sampai kebaikan kita malah menjadikan pihak penerima bantuan sebagai orang yang hanya berpangku tangan menunggu pertolongan orang lain.