Gadis ini sering menyakiti dirinya sendiri, tidak puas dengan hal itu ia mulai mencoba menyakiti para pria. Gadis yang bernama lengkap Rhea Arella ini tidak pernah menyadari bahwa yang dilakukannya membawanya kedalam kehidupan yang akan sangat dibencinya.
Saat itu, hubungan papa dan mamanya yang tidak harmonis menambah runyam kehidupan Rhea.
“Mereka bolak-balik saling bales, terutama masalah perselingkuhan. Selalu ada the other women, the other man. Kasus mama saya waktu itu sedang ketahuan berbuat kesalahan. Papa saya sedang dipuncak kemarahan, saat itu adalah pertama kali saya lihat papa saya menendang mama saya. Papa saya mengatakan bahwa mama saya seorang perempuan yang ngga bener, dan itu terekam sekali oleh saya serta membuat saya trauma. Saya sedih, tapi saya harus survive..” demikian cerita Rhea.
Kejadian tersebut membuat sebuah aib yang selama ini dirahasiakan terbuka. Sang mama meminta maaf dan menceritakan bahwa semasa Rhea dalam kandungan, mama dan papanya pernah mencoba menggugurkannya.
“Karena dulu waktu hamil, kami tidak menginginkan keberadaan janin itu,” demikian tutur sang mama. Berbagai cara di coba untuk menggugurkan Rhea, namun tidak satupun yang berhasil. Papanya pernah menginjak perut mamanya agar kandungan tersebut gugur, namun tidak berhasil. Bahkan minuman yang mengandung bahan berbahayapun di tenggak oleh mama Rhea. Beruntung Rhea lahir tidak dalam keadaan cacat, namun terbukanya cerita ini semakin menambah kebencian Rhea.
“Tetapi kebencian saya tidak hanya sampai disitu,” aku Rhea. “Kayaknya asik juga ya kalau saya balesin. Saya kan selama ini kan menyakiti diri saya, kenapa ngga nyakitin orang lain aja? Itulah awal kelainan saya yang lain.”
Sejak itu, Rhea mulai mempelajari psikologis pria. Mulai dari membeli berbagai buku, hingga berlangganan majalah pria dilakoni Rhea.
“Saya musti tahu cara memikat mereka, supaya mereka itu suka sama saya tapi bukan sekedar suka. Saya membuat mereka memiliki keterikatan dan ketergantungan sama saya.”
Satu persatu teman sekolahnya mulai masuk perangkap. Rhea membatasi masa berpacaran dengan para teman sekolahnya hanya tiga bulan, berganti-ganti pria dipermainkannya tanpa iba.
“Saya bisa membuat situasi dimana mereka yang minta maaf sama saya, dan mereka tidak pernah menyadari kalau mereka sedang saya permainkan.”
Banyak pria yang telah ia permainkan membuatnya merasa di atas awan, namun dia tidak pernah menyadari ada sebuah bahaya yang mengancamnya. Seorang pria yang terobsesi kepada dirinya bersembunyi di kolong tempat tidurnya.
“Saya ngga bisa nolak, karena dia sudah memukul saya.”
Kejadian tersebut semakin membuat Rhea membenci para pria, “Ini betul, jadi apa yang saya lakukan ini betul. Tuh lihat kan.. laki-laki itu jahat sama saya.”
Semua yang telah Rhea lakukan tidak juga memadamkan kebenciannya, terutama kebencian kepada papanya. Pukulan demi pukulan yang diterimanya menambah sakit hatinya.
“Saya ngga tahu bagaimana caranya ngungkapin kemarahan saya ke orangtua saya. Saya sebenarnya hanya ingin diperlakukan sebagai seorang anak.”
Setelah petualangan panjang bersama para pria tidak membuahkan hasil, Rhea pun merasa lelah dan memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Namun tanpa disadarinya, sebuah tantangan besar sedang menghadang di depannya ketika seorang pria hadir dalam hidupnya.
“Waktu itu dia memang di beri kepercayaan sama papa saya untuk melakukan suatu usaha. Jadi dia di kasih tempat di rumah, karena dia anak kost. Hal ini membuat dia leluasa berada di dalam rumah. Karena beda usianya cukup jauh, sekitar 8 tahun jadi saya pikir dia as a brother buat kita. Saya tidak pernah terpikir akan terjadi hal-hal yang buruk.”
Suatu malam Rhea terbangun dari tidurnya, dan melihat pria itu sedang menonton televisi. Pria itu memberi Rhea yang membuatnya merasa lemas dan tidak berdaya, hingga akhirnya tindakan asusila tersebut terjadi.
“Saya merasa sakit luar biasa. Di saat itulah saya pertama kalinya merasa ngga virgin, karena yang pernah saya lakukan dahulu saya anggap hanya sebagai permainan.”
Entah mengapa, sekalipun diperlakukan buruk oleh pria itu, Rhea menjadi terikat kepadanya. Berkali-kali hubungan bak suami istri dilakukannya dengan pria tersebut. Sekalipun ia merasa jijik dengan dirinya sendiri, namun Rhea tidak sanggup berhenti.
“Saya tahu banget bahwa saya ngga boleh seperti itu seharusnya, tapi saya ngga bisa hindari sampai saya hamil.”
Tidak ingin menjadi aib keluarga, Rhea berusaha menyembunyikan kehamilannya dengan segala cara, “Tidak satu kalipun saya ke dokter dan saya ngga ada niat juga untuk gugurin.”
Anaknya lahir tanpa sepengetahuan orangtuanya. Namun begitu pulang kerumah orangtuanya sambil membawa seorang bayi laki-laki, mereka terkejut. Akhirnya orangtuanya memaksa Rhea dan pria tersebut menikah.
“Papa saya bilang, kamu menikah saja toh dia juga ngga menolak.”
Tapi proses menuju pernikahannya bukanlah hal yang menyenangkan bagi Rhea
“Kapan saja, di mana saja kalau dia mau, saya harus siap. Apa lagi dia mau menikahi saya jadi dia pikir, ‘elo berarti sudah punya gue.’”
Baru saja melangsungkan pesta pernikahan rekayasa tersebut, Rhea sudah mengandung anak kedua. Kebencian dan sakit hati yang tidak bisa ia ungkapkan menjadikan dirinya seorang wanita yang emosional. Bahkan hanya karena menonton di televisi tentang seseorang yang diperkosa, dirinya bisa memaki-maki bahkan ingin melempakan sesuatu ke televisi.
Hari demi hari yang ia jalani bersama pria tersebut dalam bahtera rumah tangga menjadi hari-hari yang menyiksa bagi Rhea. Tidak hanya itu, batinnya semakin tersiksa saat adiknya bercerita bahwa suaminya pernah mencoba untuk menidurinya. Awalnya suaminya tersebut menyangkal, namun setelah diperhadapkan langsung dengan adiknya dia mengakui dan meminta maaf.
“Dia nangis, dia nyesel. Dia minta maaf sambil nyium kaki adik saya. Sebenarnya adik saya sudah tidak percaya. Tapi saya yang bilang, kalau orang sudah seperti itu kok kita kasih kesempatan.”
Permintaan maaf demi permintaan maaf terlontar dari mulut suaminya, namun tidak ada perubahan yang berarti. Bakan kini anak-anaknya yang menjadi sasaran kemarahan suaminya. Ketika Rhea sedang bekerja, anak-anaknya tidak bisa lepas dari pukulan dan hukuman sang ayah.
“Sekali waktu mereka tidak tahan, dan mengadu pada saya. Terus saya confront. Di depan saya dia bilang, ‘Saya nyesel, saya ngga bermaksud begitu.’”
Namun begitu Rhea pergi kembali, anak-anaknya kembali dimarahi ayahnya karena mengadu. Sejak saat itu, anak-anaknya tidak pernah mengadu lagi kepada Rhea. Namun akibatnya, anak-anak Rhea melampiaskan emosi dengan cara-cara yang mengerikan.
“Dia suka pakai jangkar, dan menulis namanya di tangan seperti tato hingga keluar darah. Dia menahan rasa sakitnya, persis seperti saya dulu. Tidak hanya itu, dia juga membentur-benturkan kepalanya ke tembok. Saat hal itu terjadi di depan mata saya dan coba saya tahan, saya tidak bisa. Sampai ada seorang teman saya yang mencoba membantu saya namun tidak berhasil menghentikannya.”
Hingga ada sebuah suara yang berkata pada Rhea untuk melepaskan anak itu, “Kalau kamu percaya sama saya, sudah lepasin aja anak itu.”
Tak sanggup melihat anaknya menyakiti dirinya sendiri, Rhea hanya bisa menangis dikamar. Tiba-tiba suara benturan itu berhenti, dan tampak anaknya tersebut sedang berdiri di depan pintu kamarnya.
“Dia lari dan memeluk saya. ‘Ma, saya minta maaf ma..’ Dia nangis sambil memeluk saya.’ Dia nangis, dan nangis, sampai dia bisa bercerita. ‘Ma saya sedih ma..’ Disitu dia mulai cerita apa yang menjadi ketakutan dia selama ini.”
Suatu hal yang tidak pernah di duga oleh Rhea, sang suami mengatakan pada anak tersebut bahwa jika mama dan papanya cerai, semua itu karena salahnya. Tidak berhenti disitu, anaknya yang bungsu setiap kali Rhea akan pergi selalu mencari gara-gara. Anak tersebut selalu diberi tahu bahwa kalau mamanya pergi itu karena sudah tidak sayang pada dirinya.
“Saya bilang ke mereka, ‘saya hidup tuh buat kalian. Mama tuh ngapa-ngapain buat kalian. Saya cuma ingin kalian ngga ribut.’”
Setelah melalui banyak pertimbangan akhirnya Rhea mengajukan perceraian. Namun hal itu bukanlah pilihan yang mudah baginya. Hari-hari dilaluinya dengan tangisan, hingga akhirnya perceraian itu terjadi. Tapi semua itu tidak bisa menghapus kebenciannya pada pria, hingga sebuah pengakuan hebat keluar dari mulut ayahnya.
“Saya harus akui bahwa ini bukan kesalahan kalian, tapi ini kesalahan saya. Saya gagal menjadi seorang ayah. Kesalahan saya dimasa lalu, itulah yang menimpa anak-anak saya,” demikian pengakuan ayah Rhea.
Pengakuan inilah yang ditunggu Rhea hampir selama dua puluh tahunan, dan pengakuan itulah yang membawa Rhea kepada pemulihan.
“Saya baru melihat, ada laki-laki hebat di depan saya. Tapi kalau saya mau jujur, memang itu yang saya tunggu,” demikian ungkap Rhea sambil berlinang air mata.
Apa yang Rhea alami saat itu baru sebuah permulaan, di tahun 2009 Rhea melepaskan pengampunan yang tulus kepada semua yang telah menyakiti hatinya.
“Saat itu untuk pertama kalinya dalam hidup saya, ‘Tuhan, saya mengampuni semua pria. Saya mengampuni ayah saya. Saya ampuni suami saya. Saya ampuni ayah anak-anak saya.’ Saya sengaja pisahkan, karena secara fungsi saya kecewa di dua hal tersebut. ‘Dan saya minta ampun Tuhan,’ Saya ngga pakai dalih lagi karena semua itu salah saya. Hari itu saya lepaskan semua pengampunan.”
Kini Rhea menjalani kehidupan bersama kedua orang putranya tanpa di bayang-bayangi lagi oleh kebencian ataupun trauma.
“Melalui apa yang terjadi, saya bisa menjadi pribadi seperti hari ini. Tidak hanya menceritakan tentang keajaiban disaat saya kaya atau punya uang dan berhasil, tapi justru menunjukkan Tuhan saya itu disetiap masa dalam kehidupan saya. Saya bersyukur untuk itu.”