Daniel Panji

Perekonomiannya cukup mapan. Kehidupan rumah tangganya pun terbilang harmonis sebab ia dikaruniai istri yang cakap dan dua putra yang takut Tuhan. Namun ada beban yang masih saja ia rasa menyesakkan hidupnya. Yaitu, ketika ia menyaksikan pergulatan yang berkecamuk di tengah bangsanya. Pernah ia menangis tiada henti ketika berada di atas pesawat menuju Amsterdam.

Daniel Panji, demikian nama pria kelahiran Bandung, 31 Agustus 1961 ini. Namanya tak asing lagi bagi mereka yang aktif terlibat dalam kegerakan Tranformasi Indonesia. Dialah salah satu penggerak Jaringan Doa Nasional. Panggilan untuk berdoa bagi bangsa bermula dari perjalanan Daniel ke Amsterdam pada tahun 1996. Kala itu ia bermaksud mengunjungi mamanya. Dalam perjalanan itulah Tuhan mulai meluluhkan hatinya.

“Biasakan kalau di pesawat saya suka nonton televisi Tapi pada perjalanan kali itu, ketika saya mau melihat teve, mata saya seperti melihat peta Indonesia terpampang jelas di depan mata. Lalu hati saya terasa miris hingga airmata saya tidak bisa dibendung lagi. Demikian juga ketika perjalanan pulang kembali ke Indonesia. Saya tidak tahu mengapa hal itu terjadi, yang pasti setibanya di Indonesia, saya berkomitmen untuk berdoa bagi bangsa. Tiap hari saya adopsi kota-kota di bangsa ini dalam berdoa. Sesekali saya kunjungi beberapa kota yang Tuhan taruh dalam hati dan berdoa bagi kota itu. Saya mulai men-sharekan beban doa ini ke beberapa rekan, ternyata mereka juga memiliki beban yang sama,” kisah Daniel.

Kegerakan doa ini kian menyala ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997. Saat itu kerusuhan terjadi dibeberapa daerah, ekonomi ambruk, moralitas merosot, politik kacau, kejahatan kian merajalela dan bencana alam terjadi dimana-mana. “Saat itulah saya tahu mengapa Tuhan menaruhkan Indonesia di hati ini. Tuhan ingin saya dan banyak umat-Nya berdoa bagi bangsa ini. Puji Tuhan, pada tahun 2000 kami mulai membuat jaringan doa. Tidak hanya doa saja, kami juga melakukan beberapa kegiatan sosial. Tahun 2003 gaung tentang transformasi bangsa mulai kami suarakan. Hasilnya, banyak anak-anak Tuhan sekarang ini yang ikut terbeban bagi pemulihan bangsa,” tutur Direktur Utama PT Meta Trans Indonesia ini.

Doa dan bekerja

Menurut Daniel, transformasi memang dimulai dari gerakan doa tapi harus dilanjutkan dengan wujud nyata. Misalnya, kesadaran sebagai warga negara. “Di kota saya, Bandung, transformasi sudah kami rasakan. Kalau lihat Bandung sekarang, pasti akan merasakan adanya perubahan. Bandung yang dulu dikenal sebagai Kota “Kembang” (banyak yang mengartikannya sebagai tempat mencari “kembang” atau cewek, red), sekarang benar-benar menjadi kota kembang yang sesungguhnya. Sejuk dan bersih. Kami menggalakkan gerakan bersih, dimana anak-anak Tuhan turun ke jalan-jalan membersihkan lingkungannya. Ada taman yang biasanya dijadikan tempat prostitusi, sekarang tempat itu menjadi bersih. Siapa saja bisa duduk atau olahraga di taman tersebut tanpa harus kuatir adanya presenden buruk,” paparnya.

Lebih lanjut Daniel mengatakan, Indonesia ini memang membutuhkan orang-orang yang mau berdoa bagi pemulihan bangsa, namun juga membutuhkan orang yang mau bekerja mengupayakan pemulihan itu terjadi. “Karena itu diperlukan pertobatan pribadi. Sebelum kita menyuruh bangsa ini bertobat, atau ada pada jalur yang semestinya, kita dulu, pribadi lepas pribadi yang memulai. Ketika anak-anak Tuhan bertobat dan memulainya, saya percaya, pertobatan dan pemulihan bangsa ini akan terjadi. Tak berhenti sampai pertobatan pribadi, tapi dilanjutkan dari buah pertobatan. Misalnya, mulai peduli dengan lingkungan sekitar. Sekarang ini, gereja harus peka melihat apa yang terjadi di sekelilingnya. Gereja tidak hanya bisa berdoa tetapi juga harus ikut bekerja,” ungkapnya.

Bekerja yang dimaksudkan Daniel adalah melakukan sesuatu bagi masyarakat. Misalnya adanya bencana alam. Gereja bisa turun membantu meringankan beban mereka yang terkena bencana. “Doa tentu, tapi wujud nyatanya juga harus dilakukan,” tandasnya. Karena itu, selain menggerakan doa, Daniel dan beberapa rekan di Jaringan Doa Nasional menyertakan kegiatan sosial dalam pelayanannya. Seperti; pengobatan gratis, gerakan bersih lingkungan, bea siswa dan masih banyak lagi lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan Daniel ditengah kesibukannya mengurus usaha. “Syukurnya, saya memiliki istri yang cakap. Kalau saya pergi pelayanan, dialah yang menggantikan saya menjalankan perusahaan,” imbuhnya.

Mujizat bagi Indonesia

Jika masyarakat sadar akan lingkungannya, terutama orang Kristen, Daniel yakin bahwa Tuhan sanggup melakukan mujizat bagi bangsa ini. Yaitu pemulihan. Bicara tentang mujizat, pengusaha yang memulai karir sejak usia belasan tahun ini mengatakan bahwa mujizat masih berlangsung hingga sekarang ini. Malah katanya, mujizat tidak akan pernah berhenti sampai Tuhan Yesus datang kembali. “Apa sih mujizat yang terbesar bagi seseorang?” tanyanya kritis.

“Mujizat yang terbesar bagi seseorang adalah ketika hidup mereka menemukan dan percaya Juruselamat, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Banyak orang menjadi Kristen, tapi mereka belum menemukan Tuhan. Percaya sih sama Tuhan Yesus, tapi perbuatannya belum mencerminkan sikap orang percaya. Dan tanpa kita sadari, hidup saja sudah mujizat,” jelas Daniel sembari menyaksikan mujizat yang pernah dialaminya.

“Saya dulunya perokok berat. Tiap hari bisa habis lima pak rokok. Saking candunya, pernah suatu hari saya tidak bisa tidur karena kehabisan stok. Terpaksa, dini hari, sekitar jam satu, saya keluar rumah untuk membelinya. Pokoknya saya ini diperbudak rokok. Beberapa kali saya coba untuk lepas, tapi hasilnya malah saya tambah candu,” ungkapnya.

Setelah mengalami proses pertobatan, sekitar tahun 80-an, Daniel pun lepas dari keterikatan rokok. “Bagi saya itu mujizat,” imbuh bapak yang sudah dikaruniai dua putra ini. Karena itu, menurutnya, Indonesia bisa mengalami mujizat, pemulihan, jika ada orang yang mau berkomitmen untuk mengadakan perubahan (transformasi) dan mau berdoa bagi bangsa ini. “Ketika umat Tuhan bersatu hati meminta pada Tuhan lewat doa-doa mereka, saya percaya Tuhan pasti akan bertindak,” terangnya sambil menambahkan bahwa kujizat itu terjadi atas kedaulatan Tuhan.

“Tapi tugas manusia adalah; percaya bahwa mujizat itu akan terjadi, berpengharapan terus pada Tuhan, dan memberi diri menjadi saluran berkat bagi bangsa. Seperti wanita berpendarahan 12 tahun. Tetap maju meski rintangan menghalanginya, bergerak menghampiri Yesus dengan iman bahwa dia akan disembuhkan, dan berharap bahwa Yesus melihat keberadaannya. Hasilnya, wanita itu mendapat mujizat. Demikian juga kita.”

Perjalanan hidup penuh anugerah

Daniel terlahir di tengah keluarga Kristen sebagai anak bungsu dari empat bersaudara. Ekonomi keluarganya cukup mapan, malah ditergolong berlebih. Karena itu ia biasa hidup enak dan mudah. Suatu hari usaha orangtuanya mengalami kebangkrutan. Terpaksa Daniel harus bekerja mencukupi kebutuhannya sendiri. Waktu itu ia masih duduk di bangku SMA. Katanya, ia bekerja sebagai pengurus rumah. Karena tergolong remaja yang ulet, dalam waktu singkat, Daniel diberi kepercayaan sebagai salah satu penjaga toko.

Baru bekerja beberapa bulan sebagai penjaga toko, Daniel diangkat menjadi supervisior, kemudian head supervisior dan akhirnya menjadi manager di perusahaan garmen. Pekerjaan tersebut dilakukan Daniel sembari terus melanjutkan pendidikannya di fakultas Akutansi di Bandung. Dalam posisi yang mapan, Daniel kembali kepada kebiasaannya, yaitu hura-hura. Syukurnya, tahun 1978 ia meresponi panggilan Tuhan untuk bertobat. Saat itulah pekerjaannya semakin diberkati, bahkan ia mulai merintis membangun usaha.

Dari hari ke hari, Daniel merasa Tuhan memanggilnya untuk aktif dalam pelayanan. Dan ketika ia makin giat melayani, Tuhan pun makin memberkatinya. Termasuk dalam hal mendapatkan pasangan hidup. Menurutnya, Anita, istri yang telah dinikahinya pada bulan Mei 1983 itu merupakan anugerah yang Tuhan berikan dalam hidupnya. Bahkan pertemuan mereka pun merupakan mujizat. Waktu itu Anita bersama mamanya sedang doa puasa 40 hari untuk mendapat pasangan, mama Daniel pun melakukan hal yang sama. Padahal mereka belum pernah berkenalan apalagi janjian untuk berdoa. Pas hari yang ke-41 Daniel dan Anita bertemu dalam satu acara. Mereka berkenalan dan dalam waktu singkat hati mereka pun berpaut satu dengan yang lain.

Dari hasil pernikahannya, lahirlah Reza Sebastian dan Josef Ferdian. Kini kedua putranya itu ingin mengikuti jejak sang papa, yaitu aktif dalam pelayanan. Syukurnya, istrinya pun mendukung bahkan memberi dorongan untuk lebih giat lagi melayani. Namun dengan catatan, tidak melupakan tugas sekolah mereka. Sedang Daniel sendiri, makin berkiprah dalam pelayanan dan usahanya. Ia bertekad, selain menjadi suami yang takut Tuhan, papa yang bertanggung jawab juga ingin menjadi manusia yang menjadi berkat bagi manusia lainnya. (Kristin)
←   →

VISIT NOW

111

Visitor

Flag Counter
 

Copyright © 2009 by Cerita Langit