21 April 2011,
Hari Kamis pagi itu adalah hari peringatan Ibu Kartini. Sebagai wujud penghargaannya kepada wanita, ia mengirimkan beberapa gambar yang romantis kepada Elly, kekasihnya, disertai beberapa kalimat yang menyatakan bahwa betapa ia mencintai Elly selamanya.
"Hari itu saya sangat senang menerima gambar dari Moer," akunya "Moer sangat manis di hari terakhirnya itu. Berbeda dengan hari-hari lainnya."
Kemudian Elly minta tolong agar Moer mengantarkannya ke Mangga Besar untuk bertemu dengan temannya. Dalam perjalanan, mereka begitu akrab. Seketika, Elly melihat Moer tidak memakai sarung tangan. Biasanya, Moer memakai sarung tangan pemberian Elly. Tapi hari itu, sarung tangannya tertinggal. Selama perjalanan, Elly memasukkan tangannya ke dalam saku jaket Moer, diikuti tangan sebelah kiri Moer masuk ke dalam saku dan menggenggam erat tangan Elly, seolah tidak mau pisah dengannya.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja ban motornya bocor sehingga mereka harus menepi dan menambal ban itu.
"Kenapa mesti hari ini?! Ada banyak hari, kenapa mesti hari ini bannya bocor?!!" sedikit keluh Moer. Mungkin karena ia merasa hari itu begitu spesial baginya dan Elly.
Karena tidak bisa melanjutkan perjalanan, akhirnya Elly memutuskan untuk pergi ke Mangga Besar sendirian dengan taksi, dan berpisah dengan Moer. Itulah saat terakhir Elly bertemu dengan Moer ketika ia masih sehat. Sementara itu, Moer menatap kepergian Elly yang berada di dalam taksi. Setelah selesai, Moer menuju ke Cikini untuk bertemu dengan seseorang.
Wajah Yang Tak Dapat Dikenali Lagi
Jam 4 sore, Elly mengirimkan pesan kepada Moer lewat Blackberry Messenger, menanyakan apakah Moer sudah makan atau belum. Tetapi tidak ada jawaban.
"Pikir Elly, dia mungkin sedang rapat sehingga gak bisa menjawab BBM saya" imbuh Elly.
Beberapa saat kemudian, pesan serupa dikirimkan lagi ke BBM Moer, tapi tetap tidak dijawab.
Jam 6.30 sore, Elly sebenarnya sudah mau bersiap untuk menuju GSJA Bandengan Selatan dan mengikuti acara Malam Getsemani, tapi dia tidak jadi karena tiba-tiba saja Acan, temannya, menelpon.
"Ly, apa ada polisi yang menghubungi lo?" tanya Acan, "Katanya Moer kecelakaan tuh dan sekarang ada di Husada!"
"Nggak Can. Bohong kali tuh" sahut Elly seraya tidak percaya dengan kabar itu.
Akhirnya Elly menghubungi James memberitahukan bahwa kakaknya, Moer, kecelakaan dan saat ini menurut info yang didapatnya ada di Rumah Sakit Husada. James kaget dan merespon serta mengajak Eli untuk ke sana. Tapi Elly masih ragu, lalu mencoba menelpon Esia Moer. Diangkat!
"Halo?" tanya Elly.
"Iya, halo!" seseorang menyahut di ujung telpon. Bukan suara Moer!
"Ada Christy Moer?" tanya Elly lagi.
"Kamu siapanya?" tanya pria itu.
"Saya pacarnya, ini siapa?"
"Ow, Christy Moer kecelakaan di Pangeran Jayakarta! Sekarang ada di Rumah Sakit Husada! Cepat sekarang kamu ke sana!" katanya.
Tanpa berlama-lama, akhirnya Elly menghubungi Acan dan segera menuju ke Husada. Dan langsung menuju ke UGD bersama Acan. Di ruang UGD, Elly membuka tirai-tirai satu per satu, dan tidak menemukan Moer. Setelah bertanya pada seorang perawat, diberitahukan bahwa Moer ada di tirai no.1.
"Ya Tuhan!" teriak Elly dalam hati, saat ia melihat Moer terbaring dengan wajah penuh darah dan tidak lagi terlihat seperti Moer. Itulah sebabnya Elly tidak menemukan Moer. Ia menangis. Kemudian mereka menghubungi orang tua Moer.
3 Hari di Rumah Sakit
Seorang dokter setempat memberitahukan bahwa Moer mengalami kecelakaan parah dan fatal yang mengenai otaknya. Setelah mendapat persetujuan dari keluarga, dokter memberi tindakan cepat dengan menggunakan scanner untuk tahu bagian mana saja yang terluka. Dijelaskan juga bahwa tempurungnya pun hancur. Otak Moer mengalami memar hebat akibat benturan. Untuk itu, Moer harus dioperasi. Tetapi terhambat lagi, karena darahnya terlalu encer, dan dikuatirkan dapat muncrat keluar jika dilakukan operasi saat itu.
Setelah ditunda beberapa saat, akhirnya operasi dilakukan. Dokter berkata bahwa keberhasilan ini mungkin hanya 30%. Kalaupun sembuh, Moer bisa lumpuh total. Keluarga hanya berharap nyawanya tertolong terlebih dulu.
Beberapa jam lamanya operasi itu dilakukan, akhirnya selesai. Dokter memberitahu hasilnya bahwa otak Moer sebagian sudah mati akibat kerusakan tempurung mengenai otak.
Otak Moer mengalami memar hebat akibat benturan.
Kerinduan Hati Moer
Keluarga Moer adalah keluarga sederhana, yang terdiri dari papa, mama, dan 2 orang adik. Papa dan mama Moer sempat mengalami konflik hebat sehingga mereka harus pisah rumah. Moer mengurusi papa dan adiknya, sedangkan 1 adiknya ikut mamanya. Moer setia merawat papanya yang sakit dan adiknya.
Kepada Elly, Moer pernah mengutarakan bahwa ia rindu papa dan mamanya bisa kembali berdamai dan saling memaafkan. Dan hal ini disampaikan kepada mama dan papa Moer saat Moer sedang koma di hari terakhir.
Di hadapan Moer, dengan berlinang air mata mamanya berkata, "Moer, mama sudah memaafkan papamu!"
Hidup Yang Menyatukan
24 April 2011
Tim GSJAbansel.com pergi menjenguk Moer yang masih sekarat. Padahal jam baru saja menunjukkan waktu jam 5:05 sore, tapi ada banyak anak muda yang berbaris di pintu masuk ruang ICCU Husada. Mereka berjejal ingin masuk dan melihat keadaan rekan mereka. Seisi ruangan dipenuhi dengan teman-teman Moer dari GSJA Bansel, rekan kantor, rekan sekolahnya dulu, dan orang-orang yang tidak mengenalnya pun turut hadir.
Melihat pemandangan ini, tim GSJAbansel.com terharu karena persatuan hati tubuh Kristus yang terjadi saat Moer mengalami koma ini.
Kebangkitan Bersama Yesus Di Waktu Subuh
25 April 2011
Senin pagi itu, saat semua orang masih terlelap, keluarga Moer bergulat dengan perasaan mereka. Seorang perawat yang memeriksa Moer berkata bahwa detak jantung Moer sudah berhenti. Elly, papa dan mama Moer, serta beberapa orang yang menjaga Moer diliputi perasaan galau, seolah tidak bisa menerima hal ini. Mereka mendesak perawat agar mencoba kembali, dan perawat itu pun memberikan bantuan pernafasan dengan menekan paru-paru Moer.
Suasana tegang dan penuh kesedihan. 15 menit perjuangan itu tidak menghasilkan apapun. Akhirnya suster menyatakan Moer... sudah pergi. Kemudian ia mencabut selang alat bantu pernafasan dari hidup Moer.
Si periang itu, di umurnya yang masih muda, telah pergi dijemput Yesus selamanya.
Selamat Jalan Moer.
Selamat Jalan Sahabat.
Selamat Jalan Pejuang Kristus.
Kami bangga punya rekan, sahabat, dan pejuang sepertimu. Tugasmu telah selesai. Kini nantikan penghargaan tertinggi dari Yesus atas semua jerih lelahmu.
Kami tidak akan melupakanmu.
sebuah video kenangan :
(wawancara dengan Elly)