Konflik yang terus terjadi antara pasukan pemerintahan Myanmar dengan pasukan pemberontak tentara kemerdekaan Kachin masih membuat gelombang pengungsian besar-besaran terus bergerak menuju perbatasan Myanmar-Cina. Namun nasib para pengungsi pun terbengkalai oleh tiadanya pasokan makanan dan obat-obatan.
Atas keadaan ini gereja setempat di Myanmar tergerak untuk ikut terjun langsung mendampingin dan membantu para pengungsi tersebut agar dapat terurusi dengan baik. Keuskupan Banmaw di bagian utara Myanmar dan Lembaga sosial Gereja Karuna yang merintis bantuan berupa pakaian dan makanan tersebut tersalurkan dengan baik.
“Prioritas utama kami adalah mengerahkan sumber daya kami yang terbatas untuk membantu mereka yang sangat membutuhkan bantuan dan itulah yang sedang kami lakukan. Saat ini kami sedang berupaya untuk membantu menyediakan kebutuhan-kebutuhan khusus mereka,” ujar Uskup Banwaw Raymond Sumlut Gam kemarin.
Beberapa sumber Gereja menyebutkan beberapa hari terakhir pertikaian itu terhenti, sehingga memungkinkan beberapa orang kembali ke desa-desa mereka. Tapi banyak di antara mereka yang tetap bertahan dan tidak mau ambil resiko untuk pulang. Untuk itulah ada beberapa persekutuan gereja yang mendirikan pos kebaktian untuk melayanai ibadah para pengungsi. “Kami member dukungan moral dengan mendatangi mereka dan membantu keluarga-keluarga mereka,” kata Pastor Luke Kha Li dari Zaubung.
Semangat perdamaian di Myanmar justru ditunjukan dengan baik oleh sebagian besar masyarakay yang tidak bergabung kedalam perang atau memilih kedua kubu. Sebaliknya pihak pemerintah ataupun pemberontaklah yang memperlihatkan contoh yang buruk terhadap masyarakat, bahkan seolah acuh dengan keberadaan dan nasib para masyarakat yang notabene adalah rakyat yang sedang dan akan mereka pimpin.
Source : ucanews / DPT