“Boleh saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru saja melahirkan anaknya dengan perasaan penuh kebahagiaan. Ketika bayi kecil itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang kelihatan cukup tampan, namun ibu itu kemudian menahan nafasnyanya sejenak. Dokter yang menungguinya pun segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Ternyata bayi itu dilahirkan mengalami cacat pada kedua buah telinga, boleh dibilang anak itu hampir tidak memiliki daun telinga. Waktu membuktikan bahwa pendengaran anak itu ternyata sempurna, dan kini telah tumbuh menjadi seorang anak yang baik, hanya penampilannya saja yang tampak aneh karena cacat pada telinganya.
Suatu hari ketika anak lelaki itu bergegas pulang dari sekolah menuju rumah dan langsung menghampiri ibunya, sambil menangis ia membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang juga akhirnya menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan ketidaknyamanan, kebingunan dan keanehan. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, “Seorang anak laki-laki yang lebih besar mengejekku, katanya, aku ini makhluk aneh.” Demikianlah sering terjadi keanehan sikap dan cara orang memandang kekurangan dari anak lelaki ini.
Anak lelaki itu pun tumbuh dewasa, sesungguhnya ia cukup tampan dari semua sisi wajahnya kecuali cacat pada telinganya. Ternyata setelah ia cukup besar, ia telah sanggup menerima cara pandang orang lain dan Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga ternyata memiliki bakat yang khusus dan mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia juga ingin sekali menjadi ketua kelas. Namun, Ibunya mengingatkan, jangan terlalu tampil menonjol sambil dalam hati ibu merasa kasihan dengan anaknya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga pada pasien-pasiennya dan menawarkan kemungkinan itu untuk anaknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya, namuan harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter tersebut. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa waktu sudah berlalu, tibalah saatnya sang ayah memanggil anaknya dan berkata “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata sang ayah. Sang anak pun dengan gembira menerima persyaratan itu.
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru yang sangat tampan pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan karena perubahan yang membuatnya semakin mantap. Ia pun menerima beberapa penghargaan dari sekolahnya.Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan menjadi seorang yang sukses bekerja dalam posisi yang sangat penting sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, dan sedikit memaksa sambil berkata “Ayah! aku ingin mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar padaku, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.” Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.”Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, sebelum saatnya, kamu tidak boleh mengetahui semua rahasia ini.”
Tahun berganti tahun rahasia itu tetap tersimpan dalam kehidupan sang diplomat. Hingga suatu hari terjadilan saat yang menyedihkan bagi keluarga itu karena sang ibu meninggal dunia. Di hari itu sang ayah dan anak lelakinya itu berdiri di tepi peti jenazah sang ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibakkan rambutnya yang terurai panjang sehingga tampaklah bahwa sang ibu ternyata tidak memiliki dauun telinga sama sekali. Melihat itu tahulah sang anak bahwa orang yang mendonorkan telinga kepadanya ternyata adalah ibunya sendiri, perasaan sedih dan kagum bercampur dalam batinnya. Ayahnya kemudia berkata “Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya, dan tak seorang pun tahu bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya untuk membahagiakan anak yang sangat dikasihinya.” Mendengar itu semua tak habis-habisnya anak itu menangis sambil memeluk ibunya dan sambil berterima kasih atas semua yang telah terjadi.#