Ironis, perceraian justru membuat anak menjadi terlantar. Bukan hanya sebatas di jalanan, namun banyak anak usia sekolah yang terlantar karena perceraian orangtua mereka.
Hal ini disampaikan oleh B. Metiama, kepala sekolah SMP 20 Ambon dalam sebuah acara Seminar Pencegahan Anak Putus Sekolah dan Penghapusan Pekerja Anak di Ambon, pada Senin (27/6/11).
Ia mengatakan, beberapa murid dari sekolahnya sering terlambat datang ke sekolah hanya karena mengurusi adik-adiknya karena orangtua mereka telah bercerai.
“Ini hanya contoh kecil. Saya yakin di sekolah lain masih banyak siswanya yang harus mengurusi sendiri keperluannya karena ditinggal pergi orang tua akibat perceraian atau alasan lain,” katanya.
Ia juga menyatakan penyesalannya atas pengadilan yang memudahkan putusan perceraian hanya karena tidak cocok. Inilah yang akhirnya berdampak pada perkembangan anak ke depan.
Berdasarkan dari data Pengadilan Negeri Ambon, tingkat perceraian di Ambon sudah mencapai 87 persen di kalangan umat kristen. Ini sangat mengkawatirkan melihat ayah dan ibunya cenderung memilih jalan masing-masing.
Pemerintah diharapkan peduli pada kondisi anak-anak terlantar ini, terutama mereka yang masih bersekolah dan mengerjakan pekerjaan yang seharusnya tidak dilakukan pada usianya.
“Kami ingin agar undang undang tentang perlindungan anak bisa disosialisasikan ke sekolah agar diketahui oleh para guru dan siswa. Hal itu juga untuk menghindari tindakan kekerasan oleh guru terhadap siswa,” katanya.
Ot Lawalata, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Maluku, menjelaskan perlindungan anak meliputi bagaimana menjaga kondisi anak tetap mendapatkan hak dan kewajiban sesuai dengan tumbuh kembang anak, baik secara mental, fisik dan sosial.
Anak mempunyai hak untuk mengetahui siapa orangtuanya dan juga dibesarkan oleh orangtua mereka. Namun bila tidak memungkinkan maka berhak untuk mendapatkan pengasuhan dari pihak lain.
(Psikologizone)