Dengan Mati di Kayu Salib, Yesus Bertaruh Tinggi untuk Kita

Yesus diejek, ditampar, diludahi, ditendang, dicambuk dengan cemeti yang ujungnya ada paku yang tajam, serta harus memikul salib-Nya sendiri. Tubuh-Nya begitu lemah sehingga Ia tidak sanggup lagi membawa kayu salib itu. Seseorang bernama Simon dari Kirene itu membantu mengangkat salib Yesus. Sesudah berada di bukit Golgota, salib itu diturunkan dan dibaringkan di atas tanah, orang yang akan disalibkan dibaringkan juga. lalu kedua tangannya dipaku, juga kakinya.

Kemudian pelan-pelan salib itu diangkat naik dan tegak. Seluruh berat badan manusia sesuai gravitasi bumi akan tertarik turun ke bawah. Itu artinya, lubang di tangan semakin lebar, begitu juga kaki. Tekanan darah Yesus semakin rendah. Peredaran oksigen dalam tubuh juga semakin berkurang, getaran urat nadi semakin cepat dan pernafasan terpacu lebih cepat dan dalam. Sungguh sengsara. Apalagi tanpa obat bius.

Pertanyaannya, apa yang membedakan pengorbanan Yesus dengan orang-orang yang juga disalibkan lainnya? Memang kedua orang di samping kiri dan kanan Yesus disalibkan karena dosa mereka sendiri, tapi kenapa penyaliban kepada Yesus begitu berharga sampai dapat menyelamatkan kita dari hukuman kekal? Lalu perhatikan kata-kata di dalam ayat ini : Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut. Apakah itu berarti bahwa Yesus takut mati? Jika tidak, lalu mengapa ada ratap tangis dan keluhan untuk diselamatkan dari maut?

Itu karena Yesus menanggung suatu beban yang jauh melebihi kematian jasmani bagi kita. Saat Yesus berbicara tentang hal diselamatkan dari maut, Dia tidak sedang berbicara tentang kematian jasmani sama sekali. Dia tidak takut pada kematian jasmani. Buktinya? Jawabannya ada di Matius 10:28 “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.”

Ketika Yesus mulai mengalami penderitaan-Nya, Dia tidak takut kematian jasmani, tapi hal yang Dia takuti adalah kematian rohani. Dia takut karena ‘dtinggalkan’ Allah secara rohani, makanya Dia sampai bertanya, “Eli, Eli, lama sabachthani” atau “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”. Meskipun begitu, Yesus tetap mempertaruhkan kesejahteraan kekal-Nya, kedaulatan-Nya sebagai Tuhan, dan kemuliaan-Nya untuk kita semua. Yesus ditinggalkan di kayu salib ketika Dia menanggung dosa-dosa kita.

Pikirkanlah baik-baik tentang apa yang telah Yesus tanggung bagi kita. Bukan hanya darah yang mengalir, kesakitan jasmani yang Dia tanggung, tapi pikirkanlah bagaimana Dia mempertaruhkan keberadaan-Nya yang kekal. Dan katakan, “Terima kasih Yesus, Engkau meninggalkan ke-Allah-anMu untuk diriku dan Engkau sampai ditinggalkan Allah Bapa. Tapi sekarang aku katakan pada-Mu Tuhan, aku mau setia pada-Mu dan mempercayai Engkau sepenuhnya.”

Source : berbagai sumber/lh3
←   →

VISIT NOW

111

Visitor

Flag Counter
 

Copyright © 2009 by Cerita Langit