Sekitar 60 jemaat GKI Yasmin mengikuti ibadah pra paskah II, Minggu (4/3), di tempat yang dirahasiakan. Adapun hal ini mereka lakukan karena pihak pemerintah dianggap tidak dapat memberikan jaminan keamanan terkait ancaman yang diberikan oleh kelompok radikal fundamentalis FORKAMI dan GARIS.
Alasan lain mereka sembunyi-sembunyi mengadakan kegiataan keagamaan di hari itu adalah karena gedung gereja sampai dengan saat ini masih dikunci dan digembok paksa.
Berkenaan dengan gedung gereja yang menjadi sumber masalah, pemerintah pusat dikabarkan sudah menawarkan tawaran relokasi kepada GKI Yasmin. Namun, hal ini tetap ditolak oleh Majelis gereja dan para jemaat.
Menurut keterangan tertulis Bona Sigalingging selaku Juru Bicara GKI Yasmin yang dikutip Beritasatu online, penolakan mereka terhadap tawaran relokasi dari pemerintah pusat disebabkan proposal pemindahan lokasi sama sekali tidak punya landasan yuridis apapun dan bahkan secara diametral melawan putusan MA dan rekomendasi wajib Ombudsman.
"Oleh karenanya, sekali lagi, atas nama Majelis Jemaat GKI yang menaungi GKI Yasmin, menghimbau agar pemerintah baik di daerah maupun di pusat, dapat menjadi contoh Kepatuhan Hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya.
"Karena hanya dengan kepatuhan hukumlah maka supremasi hukum di Indonesia dapat dipertahankan. Hanya dengan kepatuhan hukum pada putusan pengadilan tentang GKI Yasmin lah, maka persatuan dan kesatuan Indonesia, Konstitusi UUD 1945, dapat dipertahankan di negeri ini," tambah Bona.
(beritasatu)