Dari Alaska ke Panama dan dari Baja California ke Labrador -- kabar Injil itu terus muncul dengan satu dan lain cara.
Empat Keramat!
Hampir semua Suku Indian berbicara mengenai keempat arah dan keempat angin. Suku Navaho menunjuk kepada empat gunungnya yang suci. Suku Sioux mempunyai upacara untuk mendatangkan hujan dengan menggunakan empat tim kuda yang masing-masing terdiri dari empat ekor kuda, setiap tim kuda itu dicat dengan warna yang sama -- semuanya empat warna. Banyak suku Indian memakai lambang salib yang berkaki empat bernama "Mata Allah" untuk menunjuk kepada Empat Keramat. Beberapa tua-tua Indian, pada waktu mengajarkan adat suku bangsa mereka kepada anak-anak, mempunyai kebiasaan menyusun bahan pelajaran mereka dalam empat golongan. Hasilnya ialah, bahwa anak-anak Indian berpendapat: mereka lebih mudah mengingat segala sesuatu yang telah dikelompokkan ke dalam empat golongan.
Mintalah saja kepada sejumlah "penyimpan cerita-cerita kuno" dari Suku Indian, supaya menggambarkan inti dari Empat Keramat itu, maka pada umumnya jawaban mereka akan berbunyi demikian: Ketika Roh Agung (Wakan Tonka bagi Suku Sioux, Saharen-Tyee bagi Suku Yakima, dst.) menciptakan dunia ini, dia menugaskan Empat Keramat itu untuk memelihara ketertiban. Dengan demikian, Empat Keramat itu bukan empat dewa atau empat roh jahat, melainkan empat prinsip pemelihara ketertiban, yang menjaga supaya segala-galanya jangan hancur karena kekacauan.
Mintalah saja kepada orang-orang Indian supaya menjelaskan Empat Keramat itu secara sendiri-sendiri, maka Anda tidak akan mendapat suatu jawaban. Sekiranya orang-orang Indian itu pernah tahu bagaimana yang satu berbeda dari ketiga yang lain, pengetahuan itu rupanya telah lama hilang. Orang-orang Indian berbicara tentang keempat-empatnya secara kolektif, dan tidak pernah dengan cara yang lain.
Suatu hal yang perlu dicatat ialah bahwa sejumlah penginjil yang ditugaskan ke berbagai Suku Indian di Amerika Utara telah melaporkan, tanpa menyadari mengapa, bahwa setiap kali mereka mengajarkan Keempat Hukum Spiritual (Campus Crusade for Christ), orang-orang Indian itu langsung tertarik perhatiannya! Malahan telah sering terjadi kebangunan rohani bilamana bahan-bahan demikian itu dibicarakan secara mendalam, khususnya oleh seorang yang dihargai oleh orang-orang Indian itu.
Ed Malone, seorang pendeta dari Whittier Christian Fellowship di California, setiap tahun mengadakan kunjungan ke daerah-daerah Suku Navaho untuk mengajar kepada pendeta-pendeta Indian yang masih muda dan penuh semangat. Inilah komentar Pendeta Malone: "Sungguh mengagumkan bagaimana khotbah yang terbagi dalam empat pokok dapat membangkitkan minat begitu besar di kalangan Suku Navaho!"
Bayangkanlah seorang guru yang memegang buku kecil berjudul Empat Hukum Spiritual di depan sekelompok orang Indian, sambil berkata, "Di sini ada empat hukum rohani. Kalau kalian melanggarnya, hidup kalian pasti akan kacau. Kalau kalian menaatinya, Allah akan memberi kemantapan dan ketertiban dalam hidup kalian, keluarga kalian, pekerjaan kalian, masa depan kalian ...."
Kepercayaan Indian yang kuno mengenai Empat Keramat itu tergantung seperti papan gema yang tak kelihatan di belakang para guru dan memberi tekanan serta kesungguhan yang khusus kepada setiap kata yang diucapkan guru itu.
Apakah konsep Empat Keramat itu hanyalah suatu khayalan belaka? Atau mungkinkah ada sifat-sifatnya yang beralasan? Apakah Alkitab menyindir akan adanya Empat Keramat yang telah ditugaskan oleh Allah supaya memelihara ketertiban di dalam alam semesta?
Saya percaya bahwa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ialah: "Ya, ada." Coba, pertimbangkanlah fakta-fakta ini:
Kedua belas suku Israel yang menuju ke negeri yang dijanjikan, selalu berkemah dalam empat kelompok yang masing-masing terdiri dari tiga suku. Panji-panji dibagikan bukan kepada setiap suku dari kedua belas suku itu, melainkan kepada setiap kelompok dari keempat kelompok itu.
Altar atau mezbah Yahudi dibuat dengan empat "tanduk" yang menonjol dari keempat sudutnya. Persembahan kurban hanya dianggap sah kalau benar-benar diikatkan pada keempat tanduk itu, dan tidak hanya diletakkan di atas altar.
Perjanjian Baru mempunyai empat Kitab Injil.
Yesus wafat di atas kayu salib yang menunjuk keempat arah.
Kitab Wahyu menceritakan tentang empat ekor kuda dengan empat warna yang berbeda-beda, dan empat orang penunggang yang berbeda- beda pula.
Akhirnya, nampaknya Alkitab mengajarkan secara mutlak bahwa segala kenyataan terbagi ke dalam formasi yang bertingkat empat. Tingkat tertinggi disediakan bagi Allah, yaitu Raja atas segala- galanya. Di bawah Allah adalah tingkat warga, tempat yang sah bagi segala makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah. Di bawah tingkat warga itu kita dapati apa yang bisa kita sebut tingkat penghuni -- disediakan untuk dunia tumbuh-tumbuhan dan hewan. Akhirnya, pada tingkat yang paling rendah, maka zat, tenaga, dan hukum-hukum alam mendapat tempatnya.
Tak ada satu pun di bumi ini yang tidak tergolong dalam salah satu dari keempat tingkat formasi yang kosmik itu. Selanjutnya, asal saja segala sesuatu tetap berada di dalam tingkat yang telah disediakan baginya, maka ketertiban akan terjamin! Dosa hanya terjadi bilamana suatu eksistensi yang diciptakan untuk berada pada tingkat warga, berusaha keluar dari tempatnya yang ditentukan baginya dan berusaha merebut tempat yang sah bagi Allah sebagai Penguasa segala-galanya.
Sungguh, mungkin konsep Indian itu mempunyai makna yang lebih dalam daripada yang diduga orang pada pertimbangannya yang pertama.
Catatan:
- Dari wawancara dengan Elmer Warkentin dan Clara Lima, utusan Injil yang bekerja sama dengan RBMU Internasional, di antara suku Dayak di Kalimantan (Borneo).
- Don Richardson, Peace Child (Ventura, CA: Regal Books, 1974), bab 2. Buku ini sudah diterjemahkan dengan judul Anak Perdamaian oleh Penerbit Kalam Hidup, Bandung, 1977
Ibid., hal 284, 285.
- Don Richardson, Lords of the Earth (Ventura, CA: Regal Books, 1977), hal. 132-134. Buku ini sudah diterjemahkan dengan judul Penguasa-penguasa Bumi oleh Penerbit Kalam Hidup, Bandung, 1981.
(Sadur : Kerinduan akan Allah yang Sejati - Don Richardson)