Keharmonisan pasangan ini tidak hanya terpancar dari aura mereka ketika bernyanyi, melainkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Bak gayung bersambut, keduanya selalu melepaskan cinta, dan saling rindu jika tidak bersamaan. Katanya, ada sesuatu yang hilang jika mereka berjauhan. Karenanya, sebisa mungkin pasangan ini selalu bersama melakukan tugas. Seperti, membesarkan ketiga anak, menciptakan lagu-lagu baru dan kini menjadi gembala sekaligus sahabat bagi jemaat.
Siapa yang tak tahu kiprah pasangan ini? Namanya sudah meroket sejak tahun 1990 lewat debut lagunya yang berjudul "Di Bawah Kepak Sayap-Mu". Lagu tersebut tidak hanya digemari umat kristiani tetapi masyarakat umum. Bahkan melalui lagu tersebut, pasangan ini pernah dituntut lantaran dianggap kristenisasi lewat lagu. Syukurnya masalah tersebut bisa diatasi hingga tidak mengundang keributan. Bagi Robert dan Lea, masalah itu tidak membuatnya ciut untuk terus menciptakan lagu gospel sekuler. Buktinya, beberapa album setelah karya perdananya terus bergulir.
Di usia pernikahan mereka yang 21 tahun lebih, romantika cinta mereka kian menguat. “We always in first love,” ungkap keduanya. Saat ditanya apa bedanya first love sekarang dengan first love ketika mereka berpacaran, keduanya pun menjawab dengan kompak, “tidak beda banyak”. Bedanya, jika dulu mereka belum disatukan dalam mahligai pernikahan, sekarang mereka sudah bersatu dan menghasilkan tiga keturunan. Sedang getar-getar cinta pertama masih dirasakan hingga saat ini. Hanya saja kadarnya yang berbeda.
Untuk menjaga agar tetap ada getar cinta, Robert dan Lea memiliki kesepakatan, yaitu kebersamaan. “Sudah 21 tahun lebih kami bersama, tapi kami tidak pernah merasa jenuh,” ucap Pdt. Robert Susanto. Mengapa? Karena ada cinta yang mampu mengetarkan semuanya. “Sehari saja kami tidak bertemu, rasanya kangen sekali. Cinta dan kebersamaan tidak dapat dipisahkan. Bukan saja bersama dalam rumah tangga tapi juga dalam pelayanan, bahkan dalam banyak hal”.
Saling melengkapi
Suami-istri bagi Robert Sutanto merupakan makhluk yang Tuhan ciptakan untuk saling melengkapi. Menurutnya, tidak ada pasangan yang dua-duanya sempurna. “Pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Yang lebih, bisa turun sedikit untuk menutupi yang kurang, pun sebaliknya. Sehingga terciptalah hubungan yang seimbang,” terangnya. Ia mencontohkan hubungannya dengan Lea. Diakui Robert, istrinya memiliki banyak kelebihan, seperti ingatan yang kuat dan lebih cekatan jika dibanding dirinya. Kelebihan itulah yang dipakai Lea untuk mendampingi Robert dalam menyelesaikan tugasnya. Baik sebagai seorang ayah, suami maupun pendeta.
“Tapi dia (Lea) juga memiliki kekurangan. Misalnya suka asal nyeplos bicara, atau bertindak dulu tanpa dipikirkan akibatnya. Biasanya, saya tegur dia,” imbuhnya. Robert menambahkan, dalam berumah tangga, tidak baik melihat pasangan dari sisi kekurangannya saja. Menurutnya, suatu hubungan akan menjadi harmonis jika bisa saling menerima pasangan apa adanya. Termasuk kekurangannya. “Karena kita pun juga memiliki kekurangan. Saya misalnya, tidak bisa menghafalkan nomor-nomor telpon. Tapi istri saya memiliki daya ingat yang hebat. Dia yang membantu saya dalam hal tersebut. Dan masih banyak lagi hal-hal yang saya tidak bisa kerjakan tapi istri bisa, demikian juga sebaliknya,” tutur Pastor New Wine International Church, Jakarta ini.
Selain saling melengkapi, Robert-Lea juga memiliki jurus jitu dalam menjaga kelanggengan cinta mereka. Seperti; kejujuran dan keterbukaan. “Kita harus jujur dan terbuka dengan pasangan. Jangan pernah ada yang disembunyikan. Karena rahasia awal dari pertengkaran. Setiap kami juga terbuka dalam segala hal, dan harus berjiwa besar dan mau ditegur jika melakukan kesalahan. Bahkan hal ini juga kami terapkan pada anak-anak. Sejak kecil mereka kami ajar jujur dan terbuka. Tak heran jika saat ini mereka sudah tumbuh menjadi remaja, namun mereka tetap terbuka dengan kami. Apa saja yang anak-anak alami, baik di sekolah dan di lingkungan bermain, mereka selalu cerita. Selain itu mereka juga bebas berpendapat dan berkreatifitas,” tutur mama dari Lewi, Kezia dan Ashley.
Kehangatan cinta
Bagi pasangan ini, cinta itu hangat. Kehangatnya bisa dirasakan siapa saja yang ada didekat cinta. Dan cinta itu bukan saja untuk mereka yang sedang kasmaran melainkan untuk siapa saja yang membutuhkan cinta. Tanpa cinta hidup menjadi kering, tapi dengan cinta seseorang sanggup melakukan apa saja. Itulah kekuatan cinta. Karenanya, Robert dan Lea telah menetapkan rumah tangganya di atas dasar cinta. Cinta yang tidak hanya mencari keuntungan sendiri, melainkan mengutamakan orang lain. Kini cinta itu tidak hanya mereka nikmati berdua. Ia mulai menyulutkan api cinta kepada Lewi, Kezia dan Ashley. Bahkan tanpa malu-malu keduanya pun mengisahkan cerita cinta mereka kepada ketiga anaknya.
Robert yang besar di Kanada mendadak jatuh cinta dengan Lea yang saat itu merupakan tetangganya di Indonesia. “Tahun 1987 saya pulang ke Jakarta. Saya berjumpa Lea beberapa kali. Saat itu belum ada getar cinta di hati. Sepulang saya ke Kanada barulah saya merasa benih itu. Setelah share dengan mama, saya justru didorong untuk segera melamar Lea. Kebetulan, mama Lea dan mama saya itu berteman baik. Lalu lewat telpon saya melamar Lea. Satu tahun berikutnya kami pun menikah,” kenang Robert yang kala itu merasa bahwa Lea benar-benar seseorang yang Tuhan berikan untuk mendampinginya. Kenyataannya pun demikian. “Pilihan saya tidak salah. Lea memang istri yang baik dan bertanggung jawab,” aku pria kelahiran Jakarta, 11 Mei 1958.
Hal yang sama pun diakui Lea. Ia bersyukur mendapat suami seperti Robert. “Meskipun besar di luar negeri, Robert masih memiliki etika dan nilai-nilai Indonesia. Bahkan setelah lama melayani di luar negeri, ia justru memilih untuk pulang ke tanah air dan merintis jemaat di sini,” ucapnya. Kini giliran ketiga anaknya yang merasa bersyukur lantaran memiliki orangtua seperti mereka. Di mata anak-anak, Robert-Lea bukan saja sebagai orangtua yang penuh dengan larangan dan perintah. Melainkan orangtua yang bisa menjadi teman dan sahabat yang bisa toleransi kepada anak-anak. Tak heran jika tanpa disuruh orangtua, anak-anak itu kini giat di pelayanan. Dan seperti orangtuanya, mereka pun piawai dalam bermain musik.
“Sejak kecil kami sudah membiasakan mereka ikut pelayanan, sehingga ketika mereka besar tidak kaget lagi. Justru mereka mengikuti langkah kami,” ucap ibu kelahiran, Jakarta, 11 Juni 1965 ini. Robert-Lea menaruh kepercayaan penuh kepada ketiga anaknya. Keduanya yakin bahwa anak-anak bisa memilih komunitas yang baik sebagai tempatnya bertumbuh. “Kami cukup meletakan dasar yang benar pada masa kecil mereka. Ketika mereka tumbuh besar, saya yakin bahwa apa yang saya ajarkan dulu bisa memproteksi anak-anak dari pergaulan. Puji Tuhan, saya melihat bahwa sampai saat ini mereka tetap menjadi anak yang baik dan takut Tuhan,” ucap pasangan pelantun lagu "Bersama Keluargaku" ini. *